Pengamat Politik AS: Keangkuhan Dan Hegemoni Amerika Serikat Berakhir

Laporan: Samsudin
Selasa, 23 November 2021 | 09:53 WIB
Ilustrasi. Keangkuhan AS diprediksi mulai luntur/net
Ilustrasi. Keangkuhan AS diprediksi mulai luntur/net

SinPo.id - Predikat Amerika sebagai negara adidaya diprediksi tidak akan lama. Seiring perkembangan jaman dan masyarakat yang makin terpolarisasi, hegemoni negara ‘paman sam’ terhadap negara-negara di dunia pun akan berakhir juga.

Demikian hal itu disampaikan pengamat politik terkemuka AS, Francis Fukuyama. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan baru-baru ini di edisi khusus ‘The Economist, berjudul The World Ahead 2022, Francis Fukuyama yang merupakan ilmuwan senior di Universitas Stanford itu, mengatakan Amerika Serikat menderita kekalahan memalukan ketika menarik diri dari Vietnam pada tahun 1975.

Namun, mendapatkan kembali dominasinya dalam waktu lebih kurang satu dekade. “Periode puncak hegemoni Amerika tercatat saat jatuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan krisis keuangan 2007-09,” tambahnya.

“Keangkuhan Amerika paling mencolok adalah invasi ke Irak pada tahun 2003, ketika AS berharap menancapkan pengaruhnya tidak hanya Irak dan Afghanistan, tetapi seluruh Timur Tengah,” tegasnya.

Amerika, kata dia, memamerkan keunggulan kekuatan militer untuk membawa perubahan politik yang mendalam, bahkan ketika Amerika meremehkan dampak model ekonomi pasar bebasnya terhadap keuangan global.

“Hegemenoni mulai berakhir dengan pasukannya terjebak dalam dua perang kontra-pemberontakan, dan krisis keuangan yang menonjolkan ketidaksetaraan yang ditimbulkan oleh globalisasi yang dipimpin Amerika,” jelas Fukuyama.

Dia juga mencatat bahwa bencana kebijakan terbesar pemerintahan Presiden AS Joe Biden di tahun pertama adalah kegagalannya untuk merencanakan aksi cepat untuk perdamaian Afghanistan.

“Militer AS memimpin invasi ke Afghanistan pada tahun 2001 dalam apa yang diproklamirkannya sebagai perang melawan teror yang dimaksudkan untuk membasmi Taliban,” katanya.

Dua puluh tahun kemudian, pada pertengahan Agustus tahun ini, pemerintah dan militer Afghanistan runtuh dalam menghadapi kemajuan cepat Taliban di lapangan, yang banyak dikaitkan dengan penarikan tergesa-gesa pasukan pendudukan pimpinan AS dari negara Asia Selatan itu.

“Tuan Biden telah menyarankan bahwa penarikan diperlukan untuk fokus memenuhi tantangan yang lebih besar dari Rusia dan China. Saya harap dia serius tentang ini… Pada tahun 2022, pemerintah perlu mengerahkan kembali sumber daya dan perhatian pembuat kebijakan untuk menghalangi saingan geopolitik dan terlibat dengan sekutu,” kata komentator politik.

Dia lebih lanjut merujuk pada polarisasi dalam masyarakat Amerika. Dia menegaskan, polarisasi itu dimulai dari masalah kebijakan konvensional seperti pajak dan aborsi, tetapi sejak itu menyebar menjadi pertarungan sengit atas identitas budaya.

Pandemi COVID-19, tambahnya, juga membuat perpecahan Amerika, dengan jarak sosial, pemakaian masker, dan vaksinasi tidak dilihat sebagai tindakan kesehatan masyarakat tetapi sebagai pertarungan politik.

Sementara itu, Fukuyama menekankan bahwa dunia telah kembali ke keadaan multi-polaritas yang lebih normal, dengan China, Rusia, India, Eropa, dan pusat-pusat lainnya memperoleh kekuatan relatif terhadap Amerika.

“Namun sebenarnya, akhir era Amerika telah datang jauh lebih awal. Sumber kelemahan dan penurunan jangka panjang Amerika lebih bersifat domestik daripada internasional. Negara ini akan tetap menjadi kekuatan besar selama bertahun-tahun, tetapi seberapa besar pengaruhnya akan tergantung pada kemampuannya untuk memperbaiki masalah internalnya, daripada kebijakan luar negerinya,” katanya.

“Amerika Serikat sepertinya tidak akan mendapatkan kembali status hegemoniknya sebelumnya. Apa yang bisa diharapkan adalah mempertahankan koalisi dengan negara-negara yang berpikiran sama, tatanan dunia yang ramah terhadap nilai-nilai demokrasi. Apakah Amerika bisa melakukan ini? semua akan tergantung pada pemulihan rasa identitas dan tujuan nasional mereka,” tuntasnya.sinpo

Komentar: