Unjuk Rasa Ribuan Perempuan, Polisi Turki Tembakan Peluru Karet Bubarkan Massa!

Laporan: Samsudin
Jumat, 26 November 2021 | 10:41 WIB
Ribuan orang di Turki berunjuk rasa protes kekerasan terhadap perempuan/Aljazeera
Ribuan orang di Turki berunjuk rasa protes kekerasan terhadap perempuan/Aljazeera

SinPo.id - Polisi Turki menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk memukul mundur ribuan pengunjuk rasa perempuan, yang turun ke jalan di Istanbul untuk memperingati Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Kamis (25/11).

Kebuntuan antara polisi dan pengunjuk rasa berlangsung selama hampir setengah jam, ketika pengunjuk rasa meneriakkan "buka barikade!" Beberapa saat kemudian, polisi anti huru hara bergerak, menembakkan peluru karet dan tabung gas air mata ke trotoar, awal dari dorongan bertahap terhadap massa hingga bubar hampir satu jam kemudian.

Protes itu bagian dari mobilisasi nasional selama satu minggu terakhir yang terjadi di tengah seruan agar Turki bergabung kembali dengan Konvensi Istanbul, perjanjian penting untuk melindungi perempuan yang mencakup 45 negara dan ditandatangani di kota terbesar Turki pada 2011.

Pada protes hak-hak perempuan pada hari Kamis, para peserta juga meneriakkan slogan-slogan yang menyerukan Erdogan untuk mundur, di samping juga terlihat spanduk dan nyanyian yang menyerukan agar Turki bergabung kembali ke dalam Konvensi Istanbul.

Sementara Turki adalah negara pertama yang menandatangani konvensi tersebut, pada bulan Juli Turki juga menjadi yang pertama menarik diri dengan pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengklaim inisiatif tersebut telah “dibajak oleh sekelompok orang yang mencoba untuk melegalkan homoseksualitas”.

Wanita Turki telah melakukan protes massal dua kali atas penarikan itu, pada bulan Maret ketika Erdogan pertama kali mengumumkan niatnya untuk mundur, dan sekali lagi pada bulan Juli, ketika langkah itu menjadi resmi.

Erdogan berpendapat bahwa Undang-undang yang ada di Turki sudah memberikan perlindungan yang cukup bagi perempuan, tetapi kelompok HAM perempuan di negara itu mengatakan konvensi tersebut memberikan peta jalan untuk undang-undang penting yang tidak pernah sepenuhnya diterapkan oleh pemerintah.

Setidaknya 285 wanita telah dibunuh oleh pria sejauh ini pada tahun 2021 di Turki, menurut platform We Will Stop Femicide, sebuah organisasi non-pemerintah yang melacak insiden semacam itu dan melobi agar para pembunuh diadili.

Menteri Dalam Negeri Turki, mengakui statistik kementeriannya sendiri tentang pembunuhan wanita di negara itu menunjukkan kenaikan pada tahun ini dibanding tahun sebelumnya.

Data menunjukan, sebanyak 251 wanita terbunuh hingga 15 November tahun ini. Sementara hingga akhir 2020, wanita terbunuh mencapai 268 korban. Namun dia menegaskan bahwa kementerian yang dipimpinnya tengah berusaha meminimalisir kekerasan terhadap perempuan.

“Ini bukan hanya statistik, ini adalah masalah kehidupan manusia, dan kita perlu mengatasi masalah ini dengan cepat,” kata Suleyman Soylu pada pertemuan untuk meninjau sistem pelaporan kekerasan dalam rumah tangga nasional.

“Kami melihat kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah kemanusiaan, dan kami tidak dapat mentolerir bahkan satu kehilangan nyawa.”

Bagi banyak wanita di Turki, klaim pemerintah bahwa mereka tertarik untuk melindungi mereka sulit dipercaya, terutama setelah penarikan diri Turki dari Konvensi Istanbul.

“Perempuan memenuhi jalan-jalan karena di Turki dan di seluruh dunia, kekerasan laki-laki meningkat,” kata Gokce, 25 tahun, dari Jaringan Pertahanan Perempuan, sebuah organisasi yang menghubungkan aktivis perempuan di seluruh negeri, kepada Al Jazeera.sinpo

Komentar: