Polemik Preshold, Mau 0 Persen Atau 20 Persen?

Laporan: Azhar Ferdian
Jumat, 24 Desember 2021 | 14:51 WIB
Ilustrasi Preshold 20 persen Vs 0 Persen. (SinPo.id/Rizki)
Ilustrasi Preshold 20 persen Vs 0 Persen. (SinPo.id/Rizki)

SinPo.id - Presidential Threshold (Preshold) 20 persen tengah jadi gunjingan karena aturannya yang  dinilai mematikan calon-calon potensial untuk berkompetisi menjadi calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres).

Berbagai kalangan menggugat ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Penggugat seragam ingin preshold menjadi 0 persen.

Dalam tempo sepekan, aturan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold sudah empat kali digugat. Penggugatnya dari berbagai kalangan, antara lain mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan dan Ferry J Yuliantono.

Tidak hanya itu dukungan PT 0 persen datang dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Menurut  Firli presidential threshold 0 persen bisa meminimalisasi perilaku koruptif oleh penyelenggara negara.

Dukungan Firli terhadap presidential threshold 0 persen lantaran KPK mendapatkan data terkait besarnya modal politik dalam menghadapi tahun pemilu.

Pada konteks ini maka saya berpendapat bahwa jika presidential threshold 0% bisa membuat mahar politik parpol hilang dan biaya kampanye murah, sehingga pejabat terpilih lebih leluasa bekerja baik, ketimbang mikir korupsi untuk balik modal dan balas budi donatur, kenapa tidak presidential threshold ini 0%," kata dia dalam keterangannya, Rabu (15/12).

Meski menyatakan dukungan terhadap presidential threshold 0 persen, Firli memastikan bukan lantaran dirinya ingin masuk dalam ranah politik.

"Pendapat saya, bukan berarti saya memasuki ranah politik. Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya tidak memasuki ranah kamar politik atau kamar kekuasaan yudikatif. Saya hanya ingin Indonesia bebas dan bersih dari praktik korupsi," kata Firli.

LaNyalla bahkan menyebut, ambang batas pencalonan presiden 20 persen tersebut hanya melahirkan calon boneka.

"Presidential threshold setinggi itu akan membuka lahirnya calon presiden boneka. Kemudian pasti akan ada kompromi-kompromi politik," kata LaNyalla saat bertemu Ketua KPK Firli Bahuri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/12).

Dalam kesempatan itu, LaNyalla menyampaikan kepada Firli, bahwa lembaganya sedang menggugat UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, dalam hal ini soal presidential threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam gugatannya, DPD ingin agar ambang batas itu diturunkan menjadi 0 persen. LaNyalla meyakini hal itu, karena faktanya sudah ada tujuh partai politik berkoalisi, yang jumlahnya sudah menguasai 82 persen kursi di DPR.

"Tentu saja tidak mungkin akan muncul calon presiden selain yang mereka ajukan. Bisa jadi kemudian yang ada calon boneka," kelakar LaNyalla.

Akan tetapi, Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali menyebut desakan sejumlah pihak untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden dengan 20 persen kursi parlemen sudah tak lagi relevan.

Menurut Ali, syarat pencalonan presiden atau presidential threshold telah berkali-kali ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan bersifat final. Dengan demikian, perkara itu saat ini tak akan menjadi bahan diskusi partai politik.

"Menurut saya, putusan Mahkamah Konstitusi kan final and binding, sehingga kondisi hari ini mendiskusikan itu lagi menjadi tidak relevan," kata Ali.


Penerapan Preshold 20 Persen

Diketahui, ketentuan ambang batas pencalonan presiden itu diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam UU tersebut berbunyi, pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Aturan ini sudah final disahkan pemerintah bersama DPR.

"Di DPR revisi undang-undang sudah final, tidak akan dibahas lagi. Itu sesuai kesepakatan yang ada. Kalau pun diubah pada pemilu berikutnya. Kalau sekarang diubah akan mengganggu jalannya tahapan pemil," ujar Ketua DPR RI Puan Maharani.

Aturan tersebut menguatkan bahwa partai politik atau gabungan/koalisi partai politik bisa mengusulkan calon presiden jika memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional. Dalam UU ini, calon presiden mustahil maju sebagai calon independen.

Partai dengan suara besar atau perolehan kursi besar di parlemen pasti punya andil besar dalam menentukan calon presiden. Sementara partai dengan suara minim atau jumlah kursi minim bakal mencari opsi koalisi untuk memantapkan bargaining politiknya dalam menentukan siapa calon presiden yang diusulkan.

Secara aturan, UU ini bermakna luas. PT 20 persen penting diterapkan agar siapa pun tak sembarang mencalonkan diri sebagai presiden. Walaupun digambarkan secara umum, setiap warga negara berhak mencalonkan diri sebagai presiden. Calon presiden diusulkan oleh partai politik dengan PT 20 persen. Toh suara terbanyak di parlemen juga datang dari suara rakyat saat Pemilu berlangsung.

Hal inilah lantaran jadi dilema sebagian kalangan Masyarakat. Kalangan yang masih menganggap bahwa Indonesia negara demokrasi. Kalangan yang menganggap PT 20 Persen mengekang demokrasi. Juga kalangan yang menganggap PT 20 persen bakal dikuasai oligarki politik partai-partai penguasa dengan raihan suara terbanyak.


Jika Diterapkan Preshold 0 Persen

Preshold 0 persen bakal dianggap menjadi demokrasi fundamental bagi rakyat Indonesia. Jika PT 0 persen terwujud, butuh UU baru untuk mengatur bagaimana mekanisme pencalonan presiden di Pemilu 2024 nanti.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan mengubah ambang batas presiden maupun parlemen sulit karena UU Pemilu harus direvisi.

Ada satu alternatif yakni Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

 "Pertanyaanya, emang Jokowi mau. Tak mungkinlah Jokowi keluarkan Perppu. PDIP sebagai pengusung koalisi utama Jokowi tak mungkin mau dukung Perppu," ujar Ujang Komarudin di Jakarta.

Dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini mengatakan, idealnya ambang batas presiden itu nol persen. Sebab, ini akan memungkinkan muncul tokoh dan figur sebagai capres alternatif di Pilpres 2024 nanti.

PT 0 Persen ini membuka peluang calon presiden dari kalangan independen, kapasitas suara partai politik di parlemen bisa diabaikan.

Bahkan, bisa jadi, tidak ada namanya koalisi dalam menentukan calon presiden nantinya. Setiap partai politik yang dapat kursi di parlemen punya calon presiden sendiri. Dengan jumlah partai politik di DPR saat ini, bukan tidak mungkin calon presiden nanti ada lebih dari 10 pasang calon.

Senada, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta  setuju Preshold zero percent (0 persen).

"Kita akan bersama dengansiapapun yang mendukung ide zero treshold ini. Karena kita ingin membuka ruang partisipasi yang lebih luas, supaya jangan ada hambatan bagi publik untuk ikut Pilpres," ujar Anis Mattaselepas menggelar Konsolidasi DPW Partai Gelora Provinsi Banten di Mal Teras Kota BSD, Serpong, Tangsel, Kamis (23/12).

Menurut Anis, persyaratan dalam presidential treshold saat ini sangatlah menyulitkan masyatakat yang ingin mencalonkan diri di Pilpres.

Untuk itu, dengan adanya presidential treshold zero bisa membuat masyarakat bisa berpartisipasi.

"Yang kita maukan partisipasinya dulu supaya masyarakat semuanya berpartisipasi dan tidak ada hambatan yang tidak perlu. Anda kasih misalnya zero treshold memang berapa yang mau Capres, berapa orang sih sebenarnya," tutupnya.


Silang Pendapat

Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Golkar Nurul Arifin berpendapat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) harus tetap ada dalam kontestasi pemilihan umum (pemilu). Ambang batas ini penting sebagai syarat untuk menyaring calon-calon yang berkualitas.

"Saya berpendapat ya bahwa presidential threshold itu harus tetap ada. Karena jika tidak ada, maka para calon itu tidak akan tersaring," kata Nurul kepada wartawan, Rabu (15/12).

Anggota Komisi I DPR itu memandang, justru dengan ambang batas pencapresan tersebut dihapus, hal ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan konflik dalam pencalonannya.

"Ketika tidak ada presidential threshold, maka semua orang bisa masuk begitu, dan ini bisa mengakibatkan kericuhan, keributan, riuh rendah yang tidak perlu," ujarnya.

Nurul menegaskan bahwa keberadaan presidential treshold yang telah diatur dalam UU Pemilu harus tetap dipertahankan. Bahkan, ia mengira sebenarnya dari sisi syarat minimal yakni 20 persen suara partai politik parlemen, sudah dirasa cukup.

"Kalaupun mau diperdebatkan mungkin hanya di persoalan angka, namun tetap pada prinsipnya presidential threshold harus tetap ada," ujarnya.

Tak semua partai pemilik suara besar alergi terhadap penerapan PT 0 persen. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyikapi dinamisnya usulan agar presidential threshold ditetapkan nol persen.

"Pada prinsipnya Gerindra tidak ada masalah dengan threshold berapa pun. Kita menjunjung tinggi apa yang menjadi kesepakatan di tempat ini," ujar Ahmad Muzani di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (16/12).

Muzani mengatakan, DPR RI bersama dengan pemerintah menyepakati tidak akan melakukan perubahan pada UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold.

"Kesepakatannya kita tidak membahas tentang UU pemilu, dalam UU pemilu yang tidak kita bahas itu kan antara lain disebutkan bahwa threshold presiden 20 persen," tandasnya.

"Itu sebabnya kita menjunjung tinggi itu karena itu bagian dari agreement bersama karena itu bagi kita itu yang kita hormat," demikian Muzani.

Berbeda dengan Gerindra, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan perubahan presidential threshold tidak sampai nol persen alias tetap ada ambang batas yang harus diterapkan. Angka ideal yang diusulkan politisi yang karib disapa Cak Imin ini bisa ditetapkan paling tinggi 10 persen.

"(PT 20 persen) masih belum cita-cita kita, cita-cita kita 5-10 persen. Supaya lebih memberi ruang ekspresi dan kompetisi, semua punya hak yang sama,” ujar Cak Imin.

Sementara pimpinan DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) yang sudah berjalan saat ini dapat terganggu bila revisi UU Pemilu terkait Presidential Threshold (Preshold atau PT) dilakukan.

"Tahapan-tahapan yang panjang dalam proses revisi undang undang Pemilu itu mungkin dilakukan tapi nanti," ujar Wakil Ketua DPR itu, Senin (20/12).

DPR untuk saat ini tidak melakukan revisi pada UU pemilu bukan berarti pihaknya tidak aspiratif terhadap masyarakat. Akan tetapi, karena waktunya tidak mungkin cukup untuk melakukan pembahasan itu.sinpo

Komentar:
BERITALAINNYA