Pencabulan Santriwati Di Oku Selatan, Yaqut Kecam Dan Tutup Ponpes Pelaku

Laporan: Khaerul Anam
Sabtu, 01 Januari 2022 | 15:40 WIB
Pimpinan Ponpes di OKU Selatan terduga pencabulan santriwati/net
Pimpinan Ponpes di OKU Selatan terduga pencabulan santriwati/net

SinPo.id - Seorang pimpinan pondok pesantren di wilayah Kecamatan Buay Pemaca, Kabupaten OKU Selatan ditangkap kepolisian Polres OKU Selatan.

MS (50) diduga mencabuli S (19) yang tak lain adalah santriwatinya. Korban yang hamil, lantas melahirkan sendiri anaknya di dalam kamar mandi pada 21 Desember 2021 lalu.

Terkait kejadian pilu itu, Kementerian Agama langsung melakukan penutupan Pesantren di Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumatera Selatan. Selain itu kemenag juga menghentikan kegiatan belajar mengajar di pesantren tersebut.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah strategis menyikapi masalah ini. Kemenag juga memulangkan seluruh santri ke daerah asal masing-masing. 

"Saya pastikan ijin operasional (Ijop) pesantren dicabut," kata Yaqut di Jakarta, Jumat (31/12).

"Kemenag akan membantu mereka mendapatkan sekolah lain untuk melanjutkan belajarnya," tambahnya.

Langkah ini diambil, menyusul terjadinya pemerkosaan terhadap santriwati hingga melahirkan yang dilakukan oleh pemilik salah satu pesantren di Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Moh Syukur. Sekarang Syakur telah diamankan pihak kepolisian.

"Saya menyesalkan dan mengutuk peristiwa ini. Saya juga minta hukum berat pelaku," ungkapnya.

Gus Yaqut, panggilan akrabnya, menegaskan bahwa Kemenag berada di pihak para korban dan akan memberikan perlindungan kepada para pihak yang melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan keagaman.

"Kemenag menyatakan perang terhadap pelaku kekerasan seksual dan akan bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk mengejar dan membersihkan predator seksual di lembaga pendidikan keagamaan," tutupnya.

Kronologis kasus

Sebelumnya, Kapolres OKU Selatan, AKBP Indra Arya Yudha, menjelaskan kasus ini terungkap setelah kecurigaan masyarakat terhadap korban yang diduga sedang “berbadan dua”.

“Dari sinilah kita bangun kasus case building. Kita lakukan pendekatan hati ke hati pada korban maupun keluarga korban. Sampai akhirnya dia menceritakan semua yang sebenarnya,” terang Indra mengutip tvonenews, Jumat (31/12).

Dari pengakuan korban diketahui peristiwa pemerkosaan tersebut terjadi di bulan April 2021 sekitar pukul 10.00 WIB. Saat itu pondok pesantren tengah libur, dan mayoritas santri pulang ke rumah masing-masing.

Sedangkan korban memilih untuk tinggal di ponpes dengan alasan butuh waktu satu hingga dua jam perjalanan menuju kampung halaman, yaitu Desa Sidodadi, OKU Selatan.

Saat itu korban yang sedang sendirian dan tengah bermain handphone di dalam asrama putri, tiba-tiba didatangi tersangka.

“Saat itu korban bertanya, ada apa, bah? Tetapi tersangka tidak menjawab dan langsung memeluk korban yang sedang duduk di atas tikar,” terangnya.

Mendapat perlakuan seperti itu, korban sempat berusaha melepaskan diri dengan mendorong tersangka. Namun tersangka yang sudah memegangi tangan korban, langsung mengangkat pakaian gamis korban.

Setelah kejadian tersebut, tersangka sempat meminta pada korban untuk tidak menceritakan itu kepada siapapun. Namun, pada bulan Juni 2021, korban yang curiga karena tidak kunjung menstruasi, memberitahukan itu kepada tersangka. 

Namun tersangka justru tidak bertanggungjawab dan berdalih bahwa korban menderita suatu penyakit.

“Tentu kita sangat prihatin sekali. Terlebih korban ini sudah menempuh pendidikan di ponpes ini sejak Sekolah Menengah Pertama, dan kini dia sudah berstatus mahasiswi di Provinsi Lampung,” terangnya.

“Kita juga trus melakukan pendalaman kasus, melalui keterangan saksi-saksi lain, terkait kemungkinan adanya korban lain. Saat ini, untuk korban adalah satu, dan tidak menutup kemungkinan jika nanti setelah pendalaman ditemukan korban lain,” kata Kapolres.

Kapolres menambahkan, ternyata tersangka pernah terjerat kasus pidana pencabulan yang sama pada tahun 2006, dan menjalani hukuman kurungan selama satu tahun delapan bulan.

“Sedangkan untuk kasus ini, tersangka kita jerat dengan pasal 285 KUHP, ancaman hukuman selama-lamanya 12 tahun penjara,” tutup Indra.sinpo

Komentar: