Respon Temuan ICW, KPK: Analisis Salah Kaprah Dan Tidak Komprehensif, Sangat Disayangkan

Laporan: Samsudin
Selasa, 24 Mei 2022 | 09:32 WIB
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri/SinPo.id
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri/SinPo.id

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara terkait hasil analisis Indonesia Corruption Watch (ICW) beberapa waktu lalu. KPK menyebut, dari analisis yang salah kaprah itu, maka kesimpulan premature yang dihasilkan pun bisa dipastikan keliru.

“Terutama pembahasan pada aspek pidana badan, jumlah uang pengganti, maupun tuntutan pidana tambahan lainnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri, kemarin.

Jubir berlatarbelakang jaksa itu menegaskan, kesalahan pertama dalam hasil pantauan ICW yakni pembahasan tentang Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan pasal tentang penyuapan serta gratifikasi.

KPK melihat ICW mencampuradukkan kasus suap, gratifikasi, dan lainnya dalam satu pembahasan karena dinilai menimbulkan kerugian negara.

Padahal, jelas Ali, perlu digaris bawahi, yang berkaitan dengan kerugian negara hanya Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Tipikor saja. Ali mengatakan setiap penanganan kasus korupsi tidak bisa dipukul rata.

“Pasalnya, kasus suap tidak berkaitan dengan kerugian negara dalam tipologi korupsi,” jelasnya.
 
Lalu, ICW juga dinilai melupakan hukuman tambahan dalam setiap perkara kasus korupsi. Beberapa hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik yang dituntut jaksa pun tidak diperhatikan dalam analisis ICW.
 
Kemudian, ICW dinilai melupakan pembahasan subsider hukuman yang biasa dimasukkan hakim dalam putusan perkara. Subsider merupakan hukuman lain bila terpidana tidak bisa membayar uang denda maupun pidana pengganti.
 
"Sehingga bisa jadi, pengembalian kerugian keuangan negara tersebut digantikan dengan hukuman badan. Mekanisme tersebut berlaku sah demi hukum," ucap Ali.
 
KPK menyayangkan adanya kekeliruan dalam analisis yang dilakukan ICW. Analisis ICW dinilai bisa membelokkan persepsi publik ke depannya.
 
"Analisis yang tidak komprehensif ini tentu sangat disayangkan karena bisa membelokkan Informasi bagi Masyarakat, maupun para pemerhati dan akademisi yang konsen terhadap perkembangan ilmu hukum," tutur Ali.
 
Sebelumnya, ICW mencatat adanya lonjakan persidangan kasus korupsi pada 2021. Tercatat, ada 1.282 persidangan dengan 1.404 terdakwa kasus korupsi yang ditangani tiga instansi penegak hukum di Indonesia.
 
"Perkara yang disidangkan pada periode ini melonjak cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya," kata Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana dalam telekonferensi, Minggu, 22 Mei 2022.
 
Kurnia mengatakan hanya ada 1.218 perkara dengan 1.298 terdakwa yang disidangkan selama 2020. Sementara itu, ada 1.019 perkara dengan 1.125 terdakwa yang diadili selama 2019.sinpo

Komentar: