Pasang Poster Tolak Tambang Saat Kunjungan DPR, Tiga Orang di Semarang Diangkut Paksa

Laporan: Sinpo
Selasa, 26 Juli 2022 | 18:08 WIB
Ilustrasi tolak tambang (Ist)
Ilustrasi tolak tambang (Ist)

SinPo.id - Aksi Warga Desa Penawangan memasang poster penolakan rencana Penambangan untuk bahan material random pembangunan Bendungan Jragung berbuntut panjang. Mereka dibubarkan dan diangkut paksa petugas.

Mulanya poster dipasang dekat dengan spanduk selamat datang Bupati Kabupaten Semarang dan anggota Komisi V DPR RI, Mochamad Herviano yang akan melakukan kunjungan dan sosialisasi kapada warga.

Sekitar pukul 11.00 WIB Warga Desa Penawangan, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang memasang poster penolakan penambangan. Setelah selesai memasang spanduk dan poster penolakan, warga dan WALHI Jateng beristirahat di salah satu rumah warga, tetapi beberapa saat kemudian ada warga yang mengabarkan bahwa perangkat desa dan babinsa meminta untuk posternya dicabut.

Selain itu, aparat juga melakukan intimidasi dengan menanyakan perizinan penempelan poster tersebut. Menurut Kepala Desa Penawangan, poster tersebut dianggap menurunkan citra Pemerintah Desa, dan Kecamatan dalam menyambut kedatangan Bupati Kabupaten Semarang dan Komisi V DPR RI. 

Sempat terjadi aksi tarik-menarik dan dorong-mendorong oleh Babinsa Kantibmas dan pemerintah Desa kepada warga. Seorang warga dan dua staf WALHI Jateng kemudian dipaksa diangkut ke kantor Desa untuk bertemu kepala Desa, Camat Pringapus dan staff Komisi V DPR RI, dan diancam akan diangkut ke Polsek Pringapus. Pada akhirnya poster dicopot paksa oleh pemerintah desa Penawangan. 

“Kami ingin menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat kami, tapi kok tidak boleh? Padahal kami yang ingin menyelamatkan ruang hidup kami berupa sawah yang rencananya akan ditambang untuk bahan material pembangunan Bendungan Jragung," ucap salah satu perwakilan warga, Tugiono dalam keterangan tertulisnya.

Sementara itu, perwakilan dari WALHI Jawa Tengah, Nur Colis mengatakan, pengadangan dan pengangkutan warga merupakan perbuatan sewenang-wenang dari pihak pemerintah Desa dan Babinsa.

"Padahal warga sedang menyampaikan aspirasi mereka. Seharusnya dilindungi sesuai UU No.9 Tahun 1989," ucapnya.sinpo

Komentar: