Dua Purnawirawan TNI Mangkir Panggilan KPK Terkait Korupsi Helikopter AW-101

Laporan: Khaerul Anam
Jumat, 09 September 2022 | 18:14 WIB
Jubir KPK Ali Fikri (SinPo.id/Anam)
Jubir KPK Ali Fikri (SinPo.id/Anam)

SinPo.id - Dua purnawirawan TNI mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi pengadaan Helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017. Keduanya yaitu mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna dan Marsekal Muda (Purn) TNI Supriyanto Basuki.

Penyidik lembaga antirasuah akan memeriksa keduanya sebagai saksi untuk Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh (IKS) yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Informasi yang kami peroleh, Keduanya tidak hadir," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 9 September 2022.

Ali menjelaskan, pihaknya akan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap keduanya. Ia berharap agar keduanya kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik lembaga antirasuah.

"Kami akan jadwal ulang pemanggilan yang suratnya segera kami kirimkan. Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka," ujarnya.

Sebelumnya, KPK menjadwalkan keduanya untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis 8 September 2022 sebagai saksi dalam perkara korupsi pengadaan Helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017.

Dalam perkara tersebut, pada 24 Mei 2022, KPK telah menetapkan tersangka terhadap Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan Pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG).

Irfan merupakan pemenang tender proyek pengadaan helikopter AW-101. Saat ini tersangka Irfan Kurniawan di tahan di Rumah tahanan (Rutan) KPK pada gedung Merah Putih KPK di Jakarta.

Dalam konstruksi perkara, tersangka Irfan Kurniawan diduga menyiapkan dan mengkondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang pesawat heli AW-101 dan disetujui oleh PPK.

Untuk proses pembayaran yang diterima tersangka Irfan Kurniawan diduga telah 100 persen. Faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

Perbuatan tersangka Irfan Kurniawan dimaksud diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Akibat perbuatan Irfan Kurniawan, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp224 Miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 Miliar.
 sinpo

Komentar: