Buruh Kembali Unjuk Rasa Menolak Kenaikan Harga BBM pada 4 Oktober

Laporan: Tri Bowo Santoso
Sabtu, 17 September 2022 | 22:12 WIB
Demonstrasi buruh menolak kenaikan harga BBM dan menuntut kenaikan upah di depan Balai Kota. Foto: SinPo.id/Zikri
Demonstrasi buruh menolak kenaikan harga BBM dan menuntut kenaikan upah di depan Balai Kota. Foto: SinPo.id/Zikri

SinPo.id - Ribuan buruh bakal kembali berunjuk rasa secara serentak di seluruh provinsi Indonesia pada 4 Oktober 2022. Rencana demonstrasi itu merupakan lanjutan dari penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah disuarakan sejak beberapa Minggu belakangan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan, rencana aksi besar-besaran pada 4 Oktober 2022 itu sudah disepakati oleh organisasi buruh lainnya. Diantaranya dari KSPI, ORI-KSPSI, KPBI, dan (K)SBSI).

Kemudian juga, SPI, JALA PRT, organisasi perempuan PERCAYA, Urban Poor Consocium, Komite Aksi Transportasi Online (KATO), serta 60 federasi serikat pekerja di tingkat nasional, dan beberapa organisasi kerakyatan lainnya bakal ikut bergabung melakukan aksi unjuk rasa serentak di 34 provinsi pada 4 Oktober 2022.

"Di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana. Diikuti kurang lebih 5-7 ribu orang yang berasal dari Jabodetabek,” ujar Said Iqbal melalui pesan singkatnya, Sabtu, 17 September 2022.

Selain penolakan kenaikan harga BBM, buruh juga menuntut dibatalkannya omnibus law UU Cipta Kerja, serta kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13 persen. Iqbal menjelaskan alasan buruh kembali menggelar aksi demonstrasi.

Pertama, soal kenaikan harga BBM. Menurut Iqbal, harga minyak dunia saat ini justru sudah mengalami penurunan. Dengan demikian, kata Iqbal, seharusnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurunkan harga BBM seperti sedia kala.

Kemudian juga, sambungnya, daya beli masyarakat pekerja, khususnya kaum buruh hingga pekerja rumah tangga mengalami pemerosotan mencapai 30 persen diakibatkan naiknya angka inflansi. Kenaikan inflansi disumbang oleh kenaikan harga sewa rumah 12 persen, transportasi naik 20 persen, dan makanan 15 persen.

"Dalam situasi seperti ini, tidak mungkin rakyat kecil bisa bertahan," ungkap Iqbal.

Sementara itu, Iqbal menerangkan bahwa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang besarnya150 ribu per bulan selama 6 bulan sifatnya hanya sementara. "Yang disebut BLT sebagai bantalan itu hanya menggarami air laut, menjadi sia-sia," ujarnya.

Di beberapa negara, dengan ron BBM yang lebih baik dibandingkan Pertalie dan solar bersubsidi, kata Iqbal, bisa menjual lebih murah. Iqbal menilai, ada monopoli pengelolaan BBM yang tidak transparan. Sehingga, ada perusahaan yang menjual harga lebih murah, didesak untuk menaikkan harganya.

“Karena itulah, mengapa kemudian partai buruh besama klas pekerja menggelar aksi besar-besaran puluhan ribu buruh pada tangga 4 Oktober,” tukas Iqbal.

Sedangkan terkait omnibus law, menurut Iqbal, hal itu menjadi faktor menurunnya daya beli dan perlindungan terhadap kelas pekerja. Iqbal menilai omnibus law menyebabkan tidak naiknya upah pekerja selama tiga tahun berturut-turut.

“Dengan inflansi 15% lebih, tahun depan upah sudah dinyatakan tidak naik kembali. Berarti sudah tahun keempat tidak naik upah. Inilah Menteri Tenaga Kerja terpuruk. Tidak mengerti persoalan dan melindungi pengusaha hitam,” pungkas Iqbal.
 

 sinpo

Komentar: