NasDem Minta Mendagri Cabut SE Wewenang PJ Gubernur

Laporan: Sigit Nuryadin
Rabu, 21 September 2022 | 14:30 WIB
Willy Aditya/SinPo.id
Willy Aditya/SinPo.id

SinPo.id -  Ketua DPP Partai NasDem Willy meminta Mendagri Tito Karnavian mencabut Surat Edaran (SE) No. 821/5492/SJ tentang kewenangan Penjabat Gubernur (PJ Gubernur).

Hal ini menurut Willy penting dilakukan, agar tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan menimbulkan polemik dalam pemerintahan daerah.

"Sebagai pembantu presiden, hendaklah Mendagri tidak mengambil kebijakan yang dapat menjerumuskan Presiden lewat ketentuan yang dapat menimbulkan polemik dalam kehidupan bernegara kita," kata Willy dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 21 September 2022.

Ia menilai terbitnya SE Mendagri adalah praktik yang membawa kemunduran bagi proses demokrasi dan prinsip good government yang selama ini digembor-gemborkan.

"Terbitnya SE tersebut juga menjadi manifestasi dari praktik otoriterianisme dari seorang pejabat pemerintahan yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang telah berlaku," terangnya.

Menurut Willy, SE Mendagri tersebut telah menyimpangi aturan yang berifat tegas dan memaksa yang diatur dalam Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU No 10 Tahun 2016 terkait dengan larangan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.


Bahkan, larangan tersebut juga diatur dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, karena Plt, PJ, dan Pjs mendapatkan kewenangan dari mandat, bukan delegasi atau bahkan atribusi. 


"Hal tersebut menjadikannya tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran," ujar Willy.  

Willy menegaskan, SE ini berbahaya karena telah bertentangan dengan UU ASN dan secara khusus UU Pilkada, apalagi jika Plt, Pj dan Pjs mengundurkan diri pada saat pendaftaran pilkada (syarat UU Pilkada) dan mendaftar sebagai paslon (3 bulan sebelum pencoblosan), yang berarti menabrak ketentuan 6 bulan sebelum pencoblosan.

"Dalam SE juga dinyatakan bahwa tidak diperlukan permohonan persetujuan, sehingga tidak tepatlah aturan ini," tutupnya.

Diketahui, Baru-baru ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 yang memberikan persetujuan terbatas kepada penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), dan penjabat sementara (Pjs) dalam mengelola kepegawaian daerah. 


Secara khusus ada dua hal pokok yang diatur dalam surat edaran tersebut. Pertama, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat. 

Kedua, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antar daerah (mutasi antar daerah) dan antar instansi (mutasi antar instansi). sinpo

Komentar: