Pakar Hukum Pidana: Lukas Enembe Harus Kooperatif Penuhi Panggilan KPK!

Laporan: Tri Bowo Santoso
Jumat, 23 September 2022 | 15:53 WIB
Gubernur Papua, Lukas Enembe. Foto: Istimewa
Gubernur Papua, Lukas Enembe. Foto: Istimewa

SinPo.id - Gubernur Papua, Lukas Enembe harus mematuhi aturan hukum yang berlaku di Indonesia, dengan bersikap kooperatif terhadap panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, ia merupakan pejabat negara yang seharusnya memberikan contoh baik bagi masyarakat.

“Sebagai warga negara dan sekaligus penyelenggara negara seharusnya taat kepada hukum dan aparatur hukum,” tegas Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad di Jakarta, Jumat, 23 September 2022.

Menurut Suparji, status tersangka Lukas Enembe secara formal sudah cukup, karena telah memenuhi dua alat bukti. Namun, secara materiil tetap perlu penguatan alat bukti tersebut.

Untuk itu, kehadiran Lukas Enembe di KPK sangat diperlukan. Layaknya seorang penyelenggara negara harus patuh pada proses hukum yang menjeratnya.

“Ya harusnya Lukas Enembe kooperatif (penuhi panggilan KPK),” tandas Suparji.

Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan dirinya enggan meninggalkan Papua seusai ditetapkan tersangka dugaan korupsi oleh KPK.

Lukas bersikeras tidak akan tinggalkan Papua untuk keperluan pemeriksaan. Hal tersebut disampaikannya melalui kuasa hukumnya, Stefanus Roy Rening.

“Dia tidak akan keluar Papua sampai persoalan selesai,” ucap Roy.

Teranyar, KPK menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Lukas Emembe pada Senin pekan depan, 26 September 2022.

Dalam kasus ini, Lukas Enembe telah ditetapkan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi dan telah dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan.

Bukan hanya gratifikasi Rp 1 miliar, KPK sudah memegang 12 hasil analisa yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

PPATK telah melakukan analisa transaksi keuangan Gubernur Lukas sejak 2017 lalu yang menghasilkan 12 hasil analisa yang diserahkan ke KPK.

Hasil analisis itu, di antaranya berbentuk setoran tunai Gubernur Lukas di judi kasino senilai Rp 560 miliar, termasuk adanya aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda.

KPK juga telah melakukan pemblokiran terhadap 11 penyedia jasa keuangan seperti asuransi, bank dan lain-lain senilai Rp 71 miliar lebih. 

 sinpo

Komentar: