JPU Sebut ACT Tak Pernah Laporkan Progres Progam Sosial dari Dana Bantuan Boeing

Laporan: Sigit Nuryadin
Selasa, 15 November 2022 | 22:10 WIB
Sidang ACT di PN Jaksel/ SinPo.id/ Sigit Nuryadin
Sidang ACT di PN Jaksel/ SinPo.id/ Sigit Nuryadin

SinPo.id - Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak pernah melaporkan progres penggunaan dana bantuan sosial Boeing atau Boeing Community Investment Fund (BCIF), setelah menerima dana Rp138 miliar untuk proyek sosial.

Hal ini diungkapkan oleh jaksa penuntut umum saat pembacaan dakwaan terhadap mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, dan Ketua Pengawas ACT Heriyana Hermain di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 15 November 2022. 

“Sampai saat ini Yayasan ACT belim mengirimkan progres pekerjaan kepada Boeing terkait dengan implementasi pengelolaan dana sosial,” kata JPU.

Padahal ACT wajib melaporkan hasil pekerjaan 70 proyek sosial yang ia kelola dari dana bantuan sosial Boeing yang berjumlah Rp138 miliar.

Para petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap terdakwa Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana Hermain, didakwa menyelewengkan Rp 117 miliar dana Boeing Community Invesment Fund (BCIF) atau dana bantuan sosial dari Boeing yang diperuntukkan proyek sosial ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT610.

ACT diketahui hanya menggunakan Rp20 miliar untuk melaksanakan proyek amal dari 68 ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT610 dari total Rp 138.546.388.500, yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap dari Boeing.

Temuan ini terungkap dalam Laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021, oleh akuntan Gideon Adi Siallagan pada 8 Agustus 2022.

“Dari laporan itu hanya Rp 20.563.857.503 dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing,” kata JPU.

Sedangkan sisa dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana Hermain digunakan oleh kepentingan lain, antara lain untuk pembayaran gaji dan THR karyawan, mengalir ke yayasan ACT lain, hingga ke dana pribadi terdakwa, dan sebagainya di luar tujuan proyek amal Boeing. 

Padahal terdakwa mengetahui penggunaan dana BCIF harus sesuai dengan peruntukkannya sebagaimana tertulis dalam Protocol BCIF April 2020 untuk pembangunan fasilitas pendidikan program implementasi Boeing. Sekalipun terdakwa mengetahui nilai RAB yang disetujui oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) jauh di bawah nilai proposal yang diajukan dan yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari pihak Boeing.

“Terdakwa Ahyudin dan Heriyana Hermain, serta dengan sepengetahuan Ibnu Khajar selaku Presiden ACT, mengetahui bahwa dana BCIF tersebut tidak boleh digunakan untuk peruntukan lain selain untuk kegiatan implementasi Boeing,” kata JPU dalam dakwaan.

Proyek yang dikelola oleh ACT terkait dengan dana sosial Boeing berjumlah 70 proyek dari 68 ahli waris, di mana ada satu ahli waris yang mengajukan dua proyek.

Pada pelaksanaannya, penyaluran dana Boeing (BCIF) tersebut tak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek pembangunan dana Boeing (BCIF) dan pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana Boeing (BCIF) yang diterima dari pihak Boeing.

Ahyudin didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan, Ibnu dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara untuk Novariyadi Imam Akbari selaku Senior Vice President Humanity Network Departement perkaranya masih dalam proses penelitian jaksa untuk persiapan kelengkapan berkas dan pelimpahan.sinpo

Komentar: