Kebijakan Ekonomi 2022 Stabilkan Fiskal dan Ekonomi Makro, Tapi….

Laporan: Sinpo
Minggu, 01 Januari 2023 | 20:19 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Komisi XI DPR RI di Senayan menilai kebijakan ekonomi oleh pemerintah sepanjang 2022 hanya mampu melindungi stabilitas fiskal dan ekonomi makro, namun belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.

"Kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah sampai saat ini mampu melindungi kondisi fiskal yang relatif stabil, serta stabilitas ekonomi makro cukup sehat, tetapi sebaliknya belum terlihat jelas dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam meningkatkan kualitas dan daya saing SDM nasional," kata anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, dikutip dari laman dpr.go.id, Minggu 1 Januari 2023.

Anis mengevaluasi beberapa kebijakan pemerintah tahun 2022 untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca melandainya Covid-19 dan munculnya konflik geopolitik,  

Anis mengatakan stabilitas fiskal dan ekonomi makro yang terjaga dengan baik, kurang mampu diimbangi oleh kinerja Pemerintah secara sectoral. “Terutama sektor-sektor yang menghimpun banyak tenaga kerja, seperti pertanian, industri manufaktur dan perdagangan,” kata Anis menambahkan.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI itu mengingatkan Tema kebijakan fiskal dan APBN tahun 2022 adalah Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural. Namun hal tersebut belum bisa terealisasi bahkan terdapat kecenderungan stagnasi terutama kualitas SDM.

Salah satu yang disoroti oleh Anis ialah rasio utang terhadap PDB meningkat secara tajam. Posisi utang Pemerintah per 31 Oktober 2022 tembus mencapai Rp7.496,7 triliun, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38,36 persen. Demikian pula terkait pembayaran bunga utang yang kian menyempitkan fiskal negara, dengan perkiraan akan mencapai Rp403,9 triliun, sampai dengan akhir tahun 2022

"Angka (hutang) ini meningkat dibandingkan dengan posisi Desember 2021 mencapai Rp6.908,87 triliun atau meningkat sebesar 8,5 persen. Sampai dengan akhir tahun 2022 nilai dan rasio utang terhadap GDP masih tinggi. Fantastisnya nilai tersebut porsinya mencapai 20,87 persen dari total belanja pemerintah pusat tahun 2022," kata Anis menjelaskan.

Ia juga juga menyebut kenaikan harga BBM bersubsidi pada tanggal 3 September 2022, telah menyebabkan terjadinya tekanan terhadap komponen Harga Diatur Pemerintah (administered price) secara tahunan.

Efek rembetan terhadap kenaikan BBM bersubsidi terlihat dari kenaikan harga beberapa barang, bensin, bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara dan tarif angkutan dalam kota serta biaya logistik lainnya.

Ia juga menyayangkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang makin menjauh. Hal itu mengacu data Badan Pusat Statistik atau BPS tahun 2022 yang menyebutkan jumlah penduduk miskin pada maret 2022 sebesar 26,16 juta jiwa atau sekitar 9,54 persen atau turun dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 27,54 juta jiwa atau sekitar 10,14 persen.

“Namun angka ini masih tergolong tinggi. Terlebih selisih jumlah penduduk miskin perkotaan dibandingkan pedesaan cukup tinggi,” katanya

Sedangkan jumlah pengangguran di Indonesia yang meningkat dibanding pada awal tahun 2022. Ia menyebut tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi dan belum kembali ke posisi sebelum pandemi sehingga masih banyak yang harus dibenahi dan dilakukan pekerjaan kita masih banyak.sinpo

Komentar: