KPK Telisik Dugaan Campur Tangan Lukas Enembe Tentukan Pemenang Proyek

Laporan: Zikri Maulana
Rabu, 01 Februari 2023 | 19:50 WIB
Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe/ SinPo.id/ Ashar SR
Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe/ SinPo.id/ Ashar SR

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik dugaan adanya campur tangan Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe (LE) dalam menentukan pemenang proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. 

Hal ini didalami dengan pemeriksaan sejumlah saksi yang dilakukan penyidik KPK di Polda Papua. Para saksi tersebut yakni, Kepala Sub Bagian Dinas PUPR bernama Bram dan Keuangan PT Tabi Bangun Papua bernama Meike. 

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan adanya campurtangan Tersangka LE dalam penentuan pemenang proyek di Pemprov Papua," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu 1 Januari 2023. 

Selain itu, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap lima orang saksi lainnya. Namun kata Ali, para saksi tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang. 

Adapun kelima saksi yang dipanggil KPK tersebut antara lain, Andrys Rovael Horman (Mantan Pegawai PT Tabi Bangun Papua / General Super Intendent), Nurhidayati  (Komisaris Utama PT Nirwana Sukses Membangun), Benyamin Gurik (Swasta), Jeffry Ferdy ( Direktur PT Rajawali Puncak Jayawijaya), dan Haji Sukman (PT Malebu Husada / PT Nirwana Sukses Membangun). 

Adapun dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) sebagai penerima suap, dan Direktur PT TBP (Tabi Bangun Papua), Rijatono Lakka (RL) sebagai pemberi suap. Rijatono kini sudah resmi ditahan KPK. 

Lukas Enembe sebagai Penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sedangkan Rijatono Lakka sebagai Pemberi, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. sinpo

Komentar: