Sri Mulyani Sebut Hal ini yang Jadi Tantangan dalam Mekanisme Transisi Energi

Laporan: Sinpo
Sabtu, 18 Februari 2023 | 22:38 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/ SinPo.id/ Galuh Ratnatika
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/ SinPo.id/ Galuh Ratnatika

SinPo.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut tantangan terbesar dalam mekanisme transisi energi adalah bagaimana membangun infrastruktur energi dengan prinsip adil dan terjangkau. Dalam hal ini, banyak negara yang memiliki kebutuhan untuk terus tumbuh dan berkomitmen terhadap pengurangan emisi karbon namun membutuhkan energi yang sangat mahal.

“Di Indonesia, 62 persen energi kita berasal dari batubara dan lebih dari 90 persen sebenarnya adalah bahan bakar fosil. Kami ingin meningkatkan energi terbarukan menjadi 23 persen,” ungkap Menkeu pada acara Munich Security Conference bertajuk “Power Shifts Geopolitics of the Green Transition”, di Jerman, dikutip dari website resmi Kemenkeu, Sabtu, 18 Februari 2023.

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pembiayaan menjadi elemen yang sangat penting di dalam mekanisme transisi energi. Menurutnya, transisi dari energi berbasis fosil ke energi terbarukan memerlukan kekuatan dari sisi keuangan dan teknologi.

“Berapa biayanya dan siapa yang harus membayar, apa insentif untuk membayar itu jika ada, apakah akan disubsidi, apakah pemerintah memiliki kemampuan untuk mensubsidi transisi ini. Ketika Anda dapat menghitung berapa biayanya, dari mana pembiayaan ini berasal? apakah itu publik, lembaga multilateral, sektor bilateral atau swasta. Berapa biaya untuk setiap sumber pembiayaan. Apalagi dengan situasi saat ini dimana suku bunga semakin tinggi, maka cost of fund akan semakin mahal,” paparnya.

Selain itu, menurut Menkeu, energi terbarukan juga membutuhkan investasi, modal, dan teknologi yang berbeda di setiap negara. Kata dia, perubahan iklim merupakan masalah publik global dan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh masing-masing negara.

"Kita berbicara tentang komoditas yang sama yaitu CO2, karbon. Tapi sekarang jika Anda melihat dunia, harga karbon berbeda. Beberapa negara sudah menerapkan pasar karbon dengan harga yang berbeda, bahkan beberapa negara tidak memiliki pasar karbon,” katanya.

Jika sebuah pemerintahan tidak memiliki posisi fiskal yang sehat, kata Sri Mulyani, maka akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, Indonesia pada Presidensi G20 tahun 2022 melakukan langkah nyata dengan meluncurkan mekanisme transisi energi dan mendapatkan perhatian dari banyak negara termasuk Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang.

Dalam hal ini, Indonesia menempatkan keuangan berkelanjutan di dalam banyak pembahasan bersama antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Sentral, para pembuat kebijakan, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk menciptakan kepercayaan dan membuat solusi konkrit.

“Itu sebabnya selama G20 di Indonesia, mereka mengumumkan bahwa kemitraan transisi energi berjanji akan dialokasikan hingga USD 20 miliar untuk Indonesia dalam rangka mendukung transisi ini,” tandasnya.sinpo

Komentar: