Hari Musik Nasional

Jasa Tio Tek Hong Dalam Industri Musik Indonesia

Oleh: Ulil Albab Asidiqi
Kamis, 09 Maret 2023 | 15:44 WIB
Gambar kiri, Tio Tek Hong (Wikipedia) kanan Piringan Hitam Tio Tek Hong (Denny Sakrie)
Gambar kiri, Tio Tek Hong (Wikipedia) kanan Piringan Hitam Tio Tek Hong (Denny Sakrie)

Tio Tek Hong turut berjasa mengorbankan semangat nasionalisme Indonesia. Pada tahun 1929, ketika itu toko Tio Tek Hong menghubungi Wage Rudolf Supratman dan menyampaikan minatnya untuk menerbitkan lagu Indonesia Raja.

SinPo.id -  Besarnya Industri Musik Indonesia tak terlepas dari jasa Tio Tek Hong yang punya toko musik sejak 1904 sekaligus mencatatkan sebagai toko pertama di Hindia Belanda yang menjual fonograf silinder. Denny Sakrie dalam 100 tahun Musik Indonesia menulis hadirnya fonograf membuat banyak orang mendengar permainan para pemusik Belanda, Tionghoa, Ambon dan Manado yang tampil di berbagai panggung. Salah satu musik yang terkenal saat itu yang terekam dalam gramofon yakni Lazy Moon ataupun Mother O’Mine.

Setelah setahun menghadirkan inovasi, Tio Tek Hong kemudian merilis plaatgramofoon atau piringan hitam ke seluruh Indonesia.

Encernya bisnis toko Tio Tek Hong tak terlepas dari adanya kerjasajasama dengan yakni Tan Tik Hing dan Ouw Tek Hok sebagai toko retailler. Tak berhenti sampai disitu, Tio Tek Hong kembali mengepakkan sayap bisnisnya dengan cara bekerjasama dengan Odeo hingga tahun 1905 dan dengan Columbia selama 1911-1912.

Kerja sama tersebut menghasilkan beberapa lagu yang berhasil direkam mencakup jenis stambul, keroncong, gambus, kasidah, musik India, swing, hingga irama Melayu. Selain lagu, ternyata Tio Tek Hong juga merekam sandiwara Njai Dasima yang lantas dikemasnya dalam bentuk boxset.

Setiap plat rekaman yang dihasilkan dari Tio Tek Hong memiliki ciri khas. Ketika rekaman diputar maka akan terdengar permulaan “Terbikin oleh Tio Tek Hong, Batavia”

“Pada saat itu fonograf atau gramofon bisa dibilang barang mewah dengan harga yang relatif mahal,” tulis Denny Sakrie

Harga gramofon yang mahal inilah membuat Tio Tek Hong mencoba cara lain memuaskan pelanggan. Ia lantas menerapkan dua lagu dapat termuat dalam satu keping piringan hitam yakni pada muka depan dan muka belakang.

Menerbitkan lagu kebangsaan Indonesia Raya

Tak melulu soal bisnis, Tio Tek Hong juga turut berjasa dalam mengorbankan semangat nasionalisme Indonesia. Salah satunya pada tahun 1929, ketika itu toko Tio Tek Hong menghubungi Wage Rudolf Supratman dan menyampaikan minatnya untuk menerbitkan lagu Indonesia Raja.

“Tentu saja Wage Rudolf Supratman dengan segala senang hati mengijinkan pembuatan piringan hitam lagu Indonesia Raya oleh Firma Tio Tek Hong . Ia memang mendapat imbalan (honorarium) atas hak-cipta (copy right) Indonesia Raya yang dibuat piringan hitam,” tulis Bambang Sularto dalam Wage Rudolf Supratman

Sayangnya lagu Indonesia Raja terbitan Tio Tek Hong justru menampilkan seorang penyanyi dengan iringan orkes dan tak sekalipun mengikutsertakan Supratman sebagai penciptanya.

Namun begitu, penjualan piringan hitam tersebut laris terjual. Bahkan pada tahun 1930 saat lagu tersebut dilarang, hanya tersisa sebagian kecil piringan hitam yang dapat disita oleh Dinas Intelijen Politik (PID).

Bambang juga menyebut sumber lain justru menyebut bukanlah Tio Tek Hong yang menerbitkan pirngan hitam lagu Indonesia Raya, melainkan oleh Yo Kim Tjan, sahabat akrab Supratman.  

Setelah beberapa tahun berjalan, bisnis Tio Tek Hong tak selalu mulus. Saat pecah Perang Dunia Pertama, usahanya mulai mengalami kendala, namun tak berujung penutupan.

Namun, ketika dihadapkan krisis malaise 1929, dampaknya sangat terasa bagi bisnis Tio Tek Hong. Situasi saat itu membuat meningkatnya bunga pinjaman.

“Sehingga beberapa bagian tokonya dijual. Ia sendiri tetap membuka toko yang terutama menjual alat berburu dan alat olahraga, sementara saudaranya membuka alat musik,” tulis Sam Setyautama dalam Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa Indonesia.

Nasib buruk kembali diamali Tio Tek Hong ketika Perang Dunia II pecah pada 1942. Senapan yang menjadi penopang penjualan toko Tio Tek Hong terpaksa disita oleh pemerinth Belanda. Kerugian inilah yang membuat Tio Tek Hong memutusknan berhenti berniaga.

Perjalanan Hidup

Tio Tek Hong lahir pada 7 Januari 1877 di Pasar Baru, Batavia. Ia harus kehilangan ayahnya saat usia lima tahun dan sempat berpindah rumah meski masih berada di area Pasar Baru.

Di usia yang masih belia itu, Tio Tek Hong kecil juga sempat merasakan getaran letusan Gunung Krakatau yang mencapai Batavia.

Pada tahun 1884, Tio Tek Hong sempat menempuh pendidikan sekolah dasaer ELS 2 di Schoolweg. Namun, saat usianya menginjak 16 tahun ia enggan menuntaskan pendidikan ELS.

“Ia memilih  untuk bekerja membantu saudaranya mengurusi pelelangan barang barang gadaian yang tidak tertebus,” tulis Sam Setyautama.

Saat menginjak 19 tahun, Tio Tek Hong akhirnya menikah dengan gadis dari Sukabumi. Setelah pernikahan, dari bekal pengalamannya ia kemudian berani membuka toko dengan menjual senapan di Jalan Pasar Baru No.93 Batavia.

Seperti dijelaskan sebelumnya, seiring berjalannya waktu toko Tio Tek Hong lebih sukses dan terkenal ketika berperan dalam industri musik Indonesia, meski tak meninggalkan bisnis lamanya.

Sayangnya, Toko Tio Tek Hong hanya mampu 40 tahun berjalan. Namun demikian, jasanya tak bisa dilupakan hingga kini.

 sinpo

Komentar: