Draf RUU Daerah Khusus Jakarta

Protes Aturan Gubernur ditunjuk Presiden

Berpotensi merugikan warga Jakarta, serta menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 09 Desember 2023 | 07:00 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)

SinPo.id -  Sejumlah politikus Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan memprotes draf naskah Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), khususnya pada pasal 10 tentang pemilihan gubenur dan wakil gubernur. Pada ayat 2 di pasal itu menyebutkan, gubernur dan wakil gubernur DKJ diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul dan pendapat DPRD.

Anggota DPR di Senayan menilai draf penunjukkan kepala daerah Jakarta dalam RUU tersebut bertolak belakang dengan prinsip demokrasi. "Gubernur Jakarta akan memiliki kewenangan yang lebih daripada daerah otonom lainnya. Kewenangan yang besar seharusnya patuh pada asas demokrasi," kata  Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah yang menilai draf pasal 10 ayat 2 sebagai suatu kemunduran.

Pendapat Said mendapat dukungan dari rekan separtainya, Masinton Pasaribu, yang menyatakan tidak setuju dengan draf itu. "Setelah Jakarta tidak lagi menjadi daerah khusus ibu kota, saya tidak setuju jika Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden," kata Masinton.

Sedangkan juru bicara fraksi PKS, Muhammad Iqbal, juga tak setuju dengan isi draf rancangan RUU DKJ yang menyebut Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk oleh Presiden. Iqbal menilai kebijakan tersebut berpotensi menjadi ajang Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), dan kemunduran bagi demokrasi.

“Ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," kata Iqbal.

Ia juga menegaskan, Jakarta yang memiliki penduduk mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir 80 Triliun Rupiah

“Jakarta harus dipimpin oleh orang yang berkompeten dan memiliki legitimasi di mata rakyat,” ujar Iqbal menjelaskan.

Iqbal menegaskan partainya tidak setuju RUU DKJ dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam dan berpotensi merugikan warga Jakarta, serta menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.

Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh pun turut protes. Bahkan ia memerintahkan fraksi NasDem di Senayan menolak RUU DKJ selama beleid gubernur Jakarta ditunjuk presiden masih tertuang dalam payung hukum tersebut.

"Memerintahkan Fraksi Partai NasDem untuk menolak RUU DKJ sepanjang klausul mekanisme pemilihan gubernur DKJ diserahkan langsung kepada pejabat presiden," kata Surya Paloh.

Surya mengatakan setiap daerah memiliki keistimewaan dan kekhususan masing-masing. Sedangkan posisi gubernur Jakarta dilakukan melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada), serta pemilihan anggota DPRD dilaksanakan melalui mekanisme demokrasi. Sementara itu, posisi wali kota dan bupati dipilih dan ditetapkan oleh gubernur terpilih.

"Inilah kekhasan yang dimiliki oleh Kota Jakarta, selama ini merujuk pada kenyataan wilayah, politik, dan kebutuhan faktualnya sebagai kota terbesar di tanah air," ujar Surya menegaskan.

Ia menekankan Pilkada adalah salah satu mekanisme yang dibangun demi manifestasi demokrasi dalam kehidupan politik. Sedangkan merumuskan klausul pemilihan kepala daerah khusus, khususnya posisi gubernur DKJ oleh presiden adalah sebuah langkah yang gegabah.

“Ini bahkan tidak menghargai kehidupan demokrasi yang telah berlangsung selama hampir 25 tahun,” katanya.

Ketua PAN, Saleh Partaonan Daulay juga tegas menolak pasal itu, ia beralasan masyarakat harus dilibatkan dalam urusan politik dan demokrasi.

"Kami dari awal menolak penunjukan gubernur. Itu adalah langkah mundur. Apalagi jika diterapkan di Jakarta dengan karakteristik penduduk yang lebih terpelajar dalam urusan politik," kata Saleh.

Fraksi PAN juga meminta agar persoalan tersebut dikaji terlebih dahulu secara serius dan mendalam. Bahkan para ahli dari berbagai bidang harus memberikan masukan dan pandangan. Maka dengan demikian, tidak ada persoalan sosiologis, ekonomi, budaya, dan politik yang muncul di kemudian hari.

"Nah, Fraksi PAN kemarin itu hanyalah menerima untuk melanjutkan pembahasan RUU DKJ. Sementara substansinya masih penuh dengan catatan," ujar Saleh menjelaskan.

Ia minta agar pembahasan selanjutnya lebih komprehensif, melibatkan partisipasi publik sehingga siapa pun boleh memberi masukan, baik langsung maupun tidak langsung.

Usulan Majelis Betawi, Merujuk Keistimewaan Yogyakarta

Majelis Kaum Betawi sebelumnya mengakui telah mengusulkan pasal pemilihan gubernur dan wakil gubernur, saat dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan legislasi DPR RI 9 November 2023 lalu.

Perwakilan Majelis Kaum Betawi Zainuddinatau biasa disapa Haji Oding mengatakan usulan pertamanya tentang gubernur dan wakil gubernur tidak melalui pilkada.

“Melalui penetapan langsung dari Presiden Republik Indonesia untuk supaya cost politik dan lain sebagainya bisa teratur dengan baik,” ujar Oding.

Selain itu ia juga mengusulkan klausul peraturan daerah turunan undang-undang yang merepresentasikan putra Betawi sebagai salah satu pendamping. Sedangkan walikota dan wakil walikota ia justru mengusulkan dipilih melalui Pilkada. Oding  beralasan agar tidak ada perbedaan persepsi antar daerah.

“Selama ini ada alasan ini batas wilayahnya tak cukup. Nanti daerah Jakarta timur lebih miskin daripada Jakarta Pusat,” ujar Oding menambahkan.

Oding mencontohkannya dengan Daerah Istimewa Yogyakarta yang jabatan gubernurnya dilakukan dengan penetapan, sedangkan pemilihan langsung hanya untuk DPRD, bupati, dan wali kota.

“Masa Jakarta enggak boleh? Mau jadi apa ini?” katanya. (*)sinpo

Komentar: