Pungli di Rutan Lembaga Antirasuah

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 27 Januari 2024 | 07:00 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)

Melibatkan 93 pegawai, mulai kepala Rutan hingga komandan regu. Terstruktur dan melibatkan banyak pihak

SinPo.id -  Dugaan pungutan liar (Pungli) di rumah tahan (Rutan)  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diakui sangat terstruktur dan melibatkan banyak pihak. Pungli diduga merata terjadi di Rutan KPK Gedung Merah Putih, Rutan C1 KPK dan Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.

"Ini sangat terstruktur karena ada yang bertindak sebagai lurahnya, yang bertindak sebagai koordinator di masing-masing hunian, kemudian ada pengepulnya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Bahkan Ali menyebut praktik setoran dari sel tahanan itu memanfaatkan rekening untuk menampung uang pungutan. “Pungli itu bukan rekening Rutan Cabang KPK, melainkan dari pihak luar. Nah ini artinya memang sangat terstruktur,”kata Ali menjelaskan.

Catatan KPK menyebutkan pegawai yang terlibat Pungli  mencapai 93 orang dengan nilai yang ditemukan dewan pengawas KPK mencapai Rp6,14 miliar. Total itu merupakan akumulasi sejak Desember 2021 sampai Maret 2022. Uang yang diterima para pegawai KPK bervariasi, mulai Rp1 juta hingga Rp500 juta.

Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, temuan dugaan Pungli berawal dari aduan masyarakat yang mencapai 67 laporan dugaan pelanggaran etik sepanjang 2023. Sedangkan pelaporan nonetik yang diterima Dewas KPK sebanyak 82 pengaduan.

"Pengaduan masyarakat, etik ada 67 pengaduan dan nonetik 82 pengaduan," kata Tumpak.

Catatan Dewas KPK menunjukkan dari 67 pengaduan etik itu, 65 di antaranya merupakan laporan baru pada 2023, sedangkan dua laporan lainnya merupakan bawaan dari 2022. "Puluhan laporan itu banyak yang sama, yang kemudian disatukan menjadi 18 laporan dan klarifikasi sebanyak 31 kali," ucap Albertina.

Modus Pungli di Rutan KPK

Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris mengatakan Pungli yang melibatkan pegawai KPK terjadi di tiga rumah tahanan meliputi Rutan Merah Putih, Rutan C1 dan Rutan Guntur.  Sedangkan Dewas KPK membagi kasus pungli rutan menjadi sembilan berkas dan saat ini telah memeriksa enam berkas perkara.

“Tiga berkas perkara lainnya masih belum ditelaah. Dalam tiga berkas sisa tersebut terdapat salah satunya peran dari Kepala Rutan KPK,” ujar Syamsuddin.

Dari enam berkas perkara yang telah diperiksa menemukan sejumlah bentuk fasilitas yang diterima para pemberi Pungli. Para tahanan diketahui mendapatkan fasilitas memesan makanan hingga dijenguk di luar jam besuk.

"Mungkin juga untuk yang Anda maksud itu ya (suap pungli untuk besuk dil uar jadwal kunjungan tahanan). Mesti dicek satu-satu banyak sekali," ujar Syamsuddin menjelaskan.

Uang pungli tersebut juga diterima pelaku melalui rekening pribadi masing-masing. Temuan Dewas sejauh ini mengungkap uang pungli itu dipakai untuk keperluan sehari-hari pelaku dengan dalih beli bensin, makan dan segala macam. “Lagipula kan, itu tidak sekaligus, jadi ada yang sebulan itu dapat Rp 1 juta, ada yang sebulan itu dapat Rp 1,5 juta, sesuai dengan posisi masing-masing," katanya.

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho mengungkapkan salah satu modus yang diduga digunakan dalam pungutan liar atau Pungli terhadap para tahanan KPK ialah biaya menyelundupkan handphone dan jasa pengecasan.

"Dia (para tahanan) harus membayar berapa, untuk bawa hp itu harus bayar berapa. Jadi mereka itu ada koordinatornya juga," ujar Albertina

Tercatat sebanyak 93 pegawai KPK diduga terlibat pungli memanfaatkan para tahanan yang ingin mendapat fasilitas lebih di rutan KPK. Albertina menyebut untuk menyelundupkan handphone ke dalam rutan KPK, tahanan harus membayar sekitar Rp10 juta sampai Rp20 juta. Selain itu, ada uang bulanan yang harus dibayarkan.

"Sekitar berapa ya, Rp10 juta hingga Rp20 juta, selama dia mempergunakan hp itu kan. Tapi nanti kan ada bulanan yang dibayarkan," ujar Albertina menjelaskan.

Tahanan KPK juga harus membayar jasa pengecasan handphone yang biayanya Rp200 ribu sampai Rp300 ribu untuk satu kali cas. "Ngecas hpnya sekitar Rp200-Rp300 ribu. Persatu kali," katanya.

Dewas KPK telah mengelar sidang etik terhadap 93 pegawai terkait dugaan Pungli di Rutan lembaga antirasuah itu. Sidang etik perdana digelar pada Rabu 17 Januari 2024, Dewas KPK membagi perkara dugaan pungli di rutan menjadi sembilan kelompok perkara. Termasuk enam perkara dengan terperiksa sebanyak 90 pegawai telah disidang sejak mulai 17 Januari 2024. Sedangkan tiga perkara lainnya disidang setelah enam perkara tersebut diputus.

Dewas juga KPK telah memeriksa 169 orang dari internal dan 27 orang yang merupakan mantan tahanan KPK. Selain itu, Dewas juga memeriksa 137 orang yang pernah bertugas di rutan.  Dari jumlah itu, 93 orang dibawa ke sidang etik. Sisanya dinyatakan tidak cukup alasan untuk dibawa ke sidang etik.

Dewas KPK akan menggelar sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik pada 15 Februari 2024 mendatang. Albertina memastikan pembacaan putusan etik terhadap 90 dari 93 pegawai lembaga antikorupsi akan dilakukan terbuka untuk umum.

"Putusannya nanti tanggal 15 (Februari). Ya untuk semua, semua yang disidangkan dalam berkas itu ya," kata Albertina menegaskan.

IM57+ Institute : Perlunya Restart Secara Komprehensip

Temuan dugaan Pungli di rumah tahanan KPK disebut sebagai sinyal perlunya lembaga anti rasuah itu untuk Restart atau mengulang kembali sistemnya.  Lembaga kumpulan mantan pegawai KPK dalam wadah IM57+ Institute menilai jumlah pegawai yang masif dalam prilaku tersebut menguatkan petunjuk atas gagalnya penerapan revisi UU KPK dan pimpinan saat ini.

“Hal tersebut menunjukan persoalan pimpinan yang tidak memberikan teladan berimplikasi pada tindakan pegawai karena ketiadaan suri teladan. Pimpinan memeras, tidak heran pegawai ikut melakukan tindakan tersebut,” ujar ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha.

Praswad menilai Pungli itu tidak dapat dihadapi dengan hanya melakukan sidang kode etik belaka. Hal tersebut pelaku bukan hanya lagi oknum tetapi telah adanya jaringan yang masif. “Pada kondisi itu, IM57+ tetap konsisten bahwa restart KPK harus dilakukan secara komprehensip,” ujar Praswad menambahkan.

Restart KPK tersebut dapat dituangkan dalam bentuk teknis dengan melakukan evaluasi menyeluruh KPK, pemecatan pimpinan saat ini dan pemulihan hak 57 pegawai yang menjadi simbol penyingkiran pegawai berintegritas. “Ketiga langkah cepat (quick wins) tersebut merupakan kunci pengembalian marwah KPK,” kata Praswad menjelaskan. (*)sinpo

Komentar: