Jokowi Didesak Batalkan Pemberhentian 57 Pegawai KPK

Laporan: Tisa
Senin, 27 September 2021 | 15:30 WIB
Ilustrasi Gedung KPK/NET
Ilustrasi Gedung KPK/NET

SinPo.id - Public Virtue mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendengar suara mahasiswa dan elemen pro-demokrasi lainnya dengan membatalkan pemberhentian 57 pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang bermasalah.

Temuan Komnas HAM dan Ombudsman dinilai lebih dari cukup untuk menjadi alasan Presiden untuk pembatalan pemberhentian mereka.

"Tiga hari lagi, para pegawai KPK akan benar-benar diberhentikan secara tidak etis, menyalahi tata kelola administrasi pemerintahan, dan melanggar hak asasi manusia. Sudah seharusnya temuan Komnas HAM dan Ombudsman atas hasil TWK menjadi dasar Presiden membatalkan pemberhentian 57 pegawai KPK. Demi kepentingan umum," kata peneliti Public Virtue Mohamad Hikari Ersada.

Hikari menjelaskan, unjuk rasa elemen rakyat sipil dan aliansi mahasiswa (BEM SI) merupakan bentuk gugatan masyarakat yang wajib dikabulkan presiden. Pemerintah harus menjamin hak mereka untuk berkumpul dan menyatakan protes secara damai.

"Sudah seharusnya temuan Komnas HAM dan Ombudsman atas hasil TWK menjadi alasan Presiden untuk segera membatalkan pemberhentian 57 pegawai KPK. Demi kepentingan umum. Apalagi UU KPK terbaru meletakkan Presiden sebagai atasan KPK. Jadi Presiden berwenang membatalkan keputusan pemberhentian 57 pegawai KPK," kata Hikari.

Deputi Direktur Public Virtue Anita Wahid menambahkan, pemberantasan korupsi kian mengkhawatirkan dan momok kualitas demokrasi Indonesia yang merosot hari ini bersumber pada lemahnya KPK.

"Kuatnya jaringan elite politik yang korup yang memanfaatkan polarisasi masyarakat dengan menyebarkan tudingan taliban di KPK untuk melemahkan pemberantasan korupsi," kata Anita.

"Isu taliban dan tuduhan tidak nasionalis diciptakan untuk menyerang kredibilitas dan integritas pegawai KPK yang selama ini berani dan jujur. Isu talibanisme bertujuan untuk melunturkan dukungan rakyat, dengan menakut-nakuti masyarakat yang takut pada isu terorisme," ujar putri Gus Dur tersebut.

Anita menjelaskan, selain melanggengkan polarisasi masyarakat pasca Pilpres, isu taliban tersebut dipakai agar rakyat bingung melihat kebenaran dalam membela 57 pegawai tersebut.

"Masih kuatnya dukungan publik hari ini pada 57 pegawai KPK membuktikan bahwa rakyat tidak terpengaruh rekayasa fitnah talibanisme. Dukungan rakyat dari berbagai sektor kepada 57 pegawai KPK harus membuat kepala negara mengambil langkah tegas untuk memperkuat KPK. Bukan sebaliknya,"  tegas Anita.

Untuk diketahui, mulai 27 September, aliansi masyarakat sipil dan mahasiswa yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK (GASAK) melakukan unjuk rasa menuju gedung Merah-Putih KPK. 

Dari informasi yang diperoleh Public Virtue, setidaknya ada 800 mahasiswa dari berbagai daerah berkumpul di Jakarta untuk mengikuti aksi longmarch tersebut.

Public Virtue menilai, unjuk rasa mahasiswa adalah tindak lanjut pernyataan mereka sebelumnya yang mendesak presiden untuk membatalkan 57 pegawai KPK. Public Virtue bersama Koalisi Masyarakat Sipil juga meminta Presiden agar cermat dalam melihat bunyi rekomendasi putusan MA (26 P/HUM/2021) terkait uji materi PerKom 1/2021. 

Poin dua pertimbangan hakim secara jelas dan tegas menyebutkan bahwa tindak lanjut hasil asesmen TWK menjadi kewenangan pemerintah. Dengan kata lain, Presiden adalah pihak yang paling tepat untuk memutuskan polemik TWK KPK.sinpo

Komentar: