Sudan Mencekam: Militer Tembaki Pengunjuk Rasa, 7 Orang Tewas, 140 Terluka

Oleh: Pandu Satya
Selasa, 26 Oktober 2021 | 11:06 WIB
Ribuan pengunjuk rasa anti-kudera turun ke jalan memprotes kudeta/AFP
Ribuan pengunjuk rasa anti-kudera turun ke jalan memprotes kudeta/AFP

SinPo.id - Unjuk rasa anti-kudeta yang berlangsung di Sudan berlangsung mencekam. Sedikitnya 7 pengunjuk rasa tewas diterjang peluru pasukan militer. Sementara 140 orang lainnya terluka.

Melansir Aljazeera, ribuan orang bergabung dalam unjuk rasa menentang pengambilalihan militer di jalan-jalan ibu kota, Khartoum, dan kota Omdurman setelah pasukan keamanan menangkap Perdana Menteri sementara Abdalla Hamdok dan pejabat senior lainnya pada Senin pagi.

Di Omdurman, pengunjuk rasa membarikade jalan-jalan dan meneriakkan dukungan untuk pemerintahan sipil. Pasukan Kebebasan dan Perubahan, koalisi oposisi utama Sudan, menyerukan pembangkangan sipil dan protes di seluruh negeri dan menuntut agar dewan militer transisi mentransfer kekuasaan kembali ke pemerintah sipil.

Seorang pejabat kesehatan mengatakan sedikitnya tujuh orang tewas akibat tembakan. Pemimpin pengambilalihan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, membubarkan Dewan Berdaulat militer-sipil yang telah dibentuk untuk membimbing negara menuju demokrasi setelah penggulingan pemimpin lama Omar al-Bashir dalam pemberontakan populer dua tahun lalu.

Al-Burhan, yang juga kepala dewan pemerintahan pembagian kekuasaan, menyatakan keadaan darurat di seluruh negeri, mengatakan angkatan bersenjata diperlukan untuk memastikan keamanan. Dia berjanji untuk mengadakan pemilihan pada Juli 2023 dan menyerahkannya kepada pemerintah sipil terpilih saat itu.

“Apa yang dialami negara saat ini merupakan ancaman dan bahaya nyata bagi impian para pemuda dan harapan bangsa,” katanya.

Pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Norwegia pada Senin malam mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang situasi tersebut, mengutuk penangguhan lembaga-lembaga demokrasi dan menyerukan pembebasan mereka yang ditangkap.

"Tindakan militer merupakan pengkhianatan terhadap revolusi, transisi, dan permintaan sah rakyat Sudan untuk perdamaian, keadilan dan pembangunan ekonomi," kata negara-negara yang disebut negara Troika dalam sebuah pernyataan bersama.

Hamdok, seorang ekonom dan mantan pejabat senior PBB yang diangkat sebagai perdana menteri teknokratis pada 2019, dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan setelah ia menolak mengeluarkan pernyataan untuk mendukung kudeta, kata kementerian informasi.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan pembebasan segera perdana menteri Sudan dan semua pejabat lainnya.

“Saya mengutuk kudeta militer yang sedang berlangsung di Sudan. Perdana Menteri Hamdok & semua pejabat lainnya harus segera dibebaskan. Harus ada penghormatan penuh terhadap piagam konstitusional untuk melindungi transisi politik yang diperoleh dengan susah payah. PBB akan terus berdiri bersama rakyat Sudan, ”tulis Guterres di Twitter.sinpo

Komentar: