Tersangka Lagi, Bupati HSU Abdul Wahid Dijerat Kasus Pencucian Uang

Laporan: Khaerul Anam
Selasa, 28 Desember 2021 | 13:03 WIB
KPK menyita tanah Bupati HSU/Arsip Humas KPK
KPK menyita tanah Bupati HSU/Arsip Humas KPK

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) periode 2017-2022, Abdul Wahid, sebagai tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Abdul diduga dengan sengaja menyamarkan dan mengubah bentuk hasil penerimaan suap dan gratifikasi. Ia juga diduga mengalihkan uang kepada pihak lain.

Penetapan TPPU tersebut merupakan pengembangan dari kasus yang sebelumnya menjerat Abdul Wahid, yaitu dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, tahun 2021-2022.

"Dari temuan bukti, KPK kembali menetapkan tersangka AW sebagai tersangka dalam dugaan perkara TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, (28/12).

Ia mengatakan setelah tim penyidik mendalami dan menganalisa dari rangkaian alat bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan kasus suap dan gratifikasi oleh tersangka Abdul Wahid, diduga ada beberapa penerimaan yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain.

Ali mengungkapkan TPPU tersebut diterapkan karena diduga ada bukti permulaan yang cukup terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, dan menempatkan uang dalam rekening bank.

"Informasi yang kami terima, diduga ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba untuk mengambil alih secara sepihak aset-aset yang diduga milik tersangka AW," kata Ali.

Juru bicara berlatar belakang jaksa itu mengingatkan ada konsekuensi hukum terhadap pihak-pihak tertentu yang berupaya menghalangi penyidikan KPK. Ali menegaskan KPK tak segan-segan menerapkan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Pasal itu berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta."

Sebelumnya, Abdul Wahid ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi. Abdul diduga menerima suap Rp500 juta dari Direktur CV Hanamas, Marhaini danDirektur CV Kalpataru, Fachriadi. Sementara untuk dugaan penerimaan gratifikasi, Abdul disinyalir menerima total Rp18,4 miliar sepanjang periode 2019, 2020, dan 2021.sinpo

Komentar: