Harapan Sederhana Anak-anak, Pemuda Dan Penduduk Gaza Di 2022! Hidup Damai

Laporan: Samsudin
Kamis, 30 Desember 2021 | 09:03 WIB
Ilustrasi. Penduduk Gaza berharap bisa hidup damai di 2022 mendatang/net
Ilustrasi. Penduduk Gaza berharap bisa hidup damai di 2022 mendatang/net

SinPo.id - Menyambut tahun 2022, sejumlah warga lokal di Jalur Gaza menyatakan harapan mereka bisa hidup normal, damai seperti warga di negara lainnya. Tidak ada letusan bom, penyerangan maupun hal-hal lain karena situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil.

Mahmoud Abu Jibara, seorang pemuda Palestina dari kamp pengungsi al-Shati di Gaza barat laut, mengutip Xinhua News, Kamis (30/12), mengatakan bahwa 2021 adalah tahun yang menantang baginya terutama karena ketegangan dengan Israel.

Jibara, yang merupakan mahasiswa teknik komputer di Universitas Islam itu mengatakan bahwa kehidupan benar-benar terhenti selama perang.

“Ketika selesai, kami menyaksikan kehancuran, masa depan yang tidak jelas, dan ketidakstabilan di banyak bidang,” katanya.

“Saya tinggal di salah satu kamp pengungsi terbesar, yang merupakan salah satu daerah terpadat di dunia. Sebagian besar orang di sini hidup di bawah garis kemiskinan,” ujar pemuda itu.

Kamp pengungsi Al-Shati penuh sesak dan memiliki ruang terbatas, karena tempat penampungan ini dibangun berdekatan satu sama lain, serta kurangnya fasilitas rekreasi dan fasilitas sosial.

Namun, Abu Jibara mengungkapkan harapannya bahwa 2022 akan membawa perubahan, terutama mencapai perdamaian dengan Israel, yang akan membantu rakyat mengatasi krisis yang sedang berlangsung.

Sementara Kamal Mahdy, seorang anak Palestina dari Gaza city, juga mengatakan dia ingin hidup normal dan damai di Jalur Gaza, seperti yang dilakukan orang-orang di belahan dunia lain.

Berdiri di depan sebuah bangunan tempat tinggal yang dihancurkan oleh serangan udara Israel dalam ketegangan baru-baru ini, bocah lelaki berusia sepuluh tahun itu mengatakan bahwa dia senang bahwa perang telah berakhir dan dia dapat kembali ke kehidupan normalnya.

"Sekarang, saudara-saudara saya, teman-teman, dan saya bisa pergi ke sekolah dan bermain bersama," kata anak itu, seraya menambahkan bahwa ia berharap semua bangunan yang hancur akan segera dibangun kembali agar masyarakat Gaza dapat tinggal di daerah yang aman.

“Kami ingin hidup seperti anak-anak di negara lain yang bisa bermain di taman bermain daripada bersembunyi dari bom. Kami ingin Gaza menjadi tempat yang aman dan indah, tempat kami bisa hidup dengan damai,” lanjutnya.

Samaha Hana (29), ibu dari tiga anak dari Kota Rafah di Jalur Gaza selatan, mengatakan bahwa mereka berharap dapat mencapai perdamaian nyata dengan Israel yang akan mengakhiri blokade terhadap mereka.

Dia meminta faksi-faksi Palestina untuk bekerja sama dengan Mesir, Qatar, dan masyarakat internasional agar mencapai kesepakatan damai dengan Israel.

Tahun 2021 tidaklah mudah bagi warga Gaza yang terus menderita akibat situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil, tegasnya.

Israel mengumumkan bahwa mereka akan meredakan situasi di Gaza dalam upaya menjaga ketenangan situasi, termasuk mengizinkan para pekerja memasuki wilayahnya untuk bekerja di dalam Israel.

Sejak 2007, Palestina telah menderita perpecahan internal, dengan Gerakan Perlawanan Islam (Islamic Resistance Movement/Hamas) menguasai Jalur Gaza dan Otoritas Palestina menguasai Tepi Barat.

Israel memberlakukan blokade ketat di Jalur Gaza pada 2007 dan telah meluncurkan empat operasi militer skala besar di Jalur Gaza, rumah bagi lebih dari dua juta penduduk.

Putaran ketegangan terakhir yang terjadi pada Mei 2021 dianggap sebagai yang paling intens sejak 2014, menurut banyak warga yang diwawancarai Xinhua. Konflik berdarah itu menyebabkan lebih dari 250 warga Palestina dan 13 warga Israel tewas.sinpo

Komentar: