Muhammadiyah-NU Dukung Pedoman Kemenag Atur Pengeras Suara Masjid Dan Mushala

Laporan: Khaerul Anam
Selasa, 22 Februari 2022 | 16:43 WIB
Kemenag terbitkan pedeman penggunaan pengeras suara masjid-mushala/net
Kemenag terbitkan pedeman penggunaan pengeras suara masjid-mushala/net

SinPo.id -  Dua organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Indonesia Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menyambut baik terbitnya Surat Edaran Nomor 05/2022 soal Pedoman Pengeras Suara di Masjid/Mushala, demi memperkuat keharmonisan dan ketentraman di masyarakat.

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengaku setuju dengan aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) itu. Namun, dalam pelaksanaannya tidak boleh kaku.

Maksud dari tidak kaku, lanjut Anwar Abbas, adalah bagi daerah yang 100 persen penduduknya beragama Islam seharusnya dimaklumi penggunaan pengeras suara yang keluar. Menurutnya, hal itu sebagai syiar Islam.

"Oleh karena itu, mungkin di peraturan tersebut perlu ada konsideran yang mengatur dan memberi kelonggaran menyangkut hal demikian," kata Anwar Abbas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (22/2).

Sedangkan menurut Rais Syuriyah PBNU Cholil Nafis mengatakan perlu ada sosialisasi terhadap tuntutan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan salah paham. Pengeras suara atau toa masjid merupakan bentuk syiar, asal dipergunakan tepat pada waktunya.

"Memang ada relevansinya berkenaan dengan pengeras suara, adzan sama sekali tidak diatur (asalkan pada waktunya dan sesuai syariah), yang diatur adalah penggunaan pengeras suara untuk kegiatan, misalnya bacaan sebelum adzan atau tarhim," ungkapnya.

Cholil menjelaskan penerapan aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid perlu mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat sekitar yang tidak sama.

Dia mencontohkan aktivitas pengeras suara sebelum adzan cukup dinikmati di pedesaan, berbeda bagi masyarakat perkotaan dengan tingkat heterogenitas yang cukup tinggi.

"Ada bedanya pedesaan dan perkotaan. Bagi (masyarakat) pedesaan mereka menikmati sekali adanya tarhim, bacaan Quran yang lama. Tetapi, untuk perkotaan, dengan heterogenitas dan pekerjaan yang cukup padat, sehingga mungkin akan cukup terganggu," ujarnya.sinpo

Komentar: