Kasus Suap WTP Sering Terjadi, BPK Dan Parpol Sadar Donk!

Laporan: Bayu Primanda
Kamis, 28 April 2022 | 10:47 WIB
Penetapan Ade Yasin sebagai tersangka suap WTP/net
Penetapan Ade Yasin sebagai tersangka suap WTP/net

SinPo.id -  Kasus suap demi mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam audit Badan Pengawas Keuangan (BPK) sudah seringkali terjadi. Bupati Bogor, Ade Yasin menjadi salah satu tersangka yang terlibat dalam kasus tersebut.

Ade Yasin ditetapkan tersangka usai Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk TA 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat. Predikat tersebut dipertanyakan lantaran keuangan Kabupaten Bogor sebenarnya amburadul.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha menilai bahwa BPK selaku auditor keuangan pemerintah gagal menjalankan tugasnya dengan baik.

"Instrumen pengawasan internal yang dimiliki oleh BPK gagal menjalankan fungsinya. Ini menunjukkan BPK tidak pernah serius membenahi instansinya. Padahal BPK adalah salah satu lembaga yang mestinya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi," kata Egi dalam keterangannya, Kamis (28/4).

Egi menegaskan, predikat WTP tidak menjamin bebas dari korupsi. Musabab penekanan yang diberikan oleh BPK adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, ataupun laporan keuangan yang sudah sesuai dengan Standar Pelaporan Keuangan Negara.

Menurutnya, kasus-kasus korupsi bahkan kerap terjadi di daerah yang mendapat predikat WTP.

"Penting untuk diingat bahwa Jual beli predikat karena itu condong dilakukan untuk menjaga gengsi atau membohongi publik, bahwa institusi yang dipimpinnya bersih dari korupsi. Padahal belum tentu demikian. Jangan sampai publik keliru memahami itu," kata Egi.

Ia juga menyentil partai politik untuk segera berbenah diri soal rekrutmen calon kepala daerah. ICW menilai rekrutmen berbasis keturunan atau politik dinasti hanya akan berujung rasuah di kemudian hari.

Hal ini terbukti dari penetapan tersangka terhadap Ade Yasin, dimana ibu kepala daerah di Kabupaten Bogor itu menyusul kakaknya, Rachmat Yasin yang sudah lebih dulu jadi pesakitan di KPK.


"Korupsi kepala daerah tidak terlepas dari pemilihan umum yang berbiaya tinggi. Ini membuat kepala daerah terdorong melakukan praktik koruptif agar bisa digunakan untuk memberi mahar pada parpol, jual beli suara, kampanye dalam pilkada ataupun balas jasa ketika ia terpilih," kata Egi.

"Dalam hal politik dinasti, mesti diingat natur dari politik dinasti adalah untuk berkuasa dan melayani diri sendiri. Sehingga orientasi untuk kepentingan publik dipinggirkan. Dampaknya praktik-praktik koruptif akan marak terjadi," tegas dia.sinpo

Komentar: