Pilu Petani Sawit Karena Larangan Ekspor CPO: Tak Bisa Panen Lagi, Pengepul Gak Ada Yang Mau Beli

Laporan: Samsudin
Sabtu, 07 Mei 2022 | 12:59 WIB
Ilustrasi. Larangan ekspor CPO mulai berdampak ke petani sawit/net
Ilustrasi. Larangan ekspor CPO mulai berdampak ke petani sawit/net

SinPo.id - Sejumlah petani sawit di Kalimantan Timur mulai mengeluhkan dampak dari kebijakan pemerintah melarang ekspor CPO, minyak goreng, Refined, Bleached, and Deodorised (RBD) palm oil, dan RBD palm olein yang berlaku sejak 28 April 2022 lalu.

Dikatakan, sejak larangan itu berlaku, mereka sudah bisa panen sawit lagi. Selain itu, pengepul yang biasanya memborong sawit ini sudah enggan membelinya lagi.

Mereka berharap keran ekspor kembali dibuka oleh pemerintah agar eksportir sawit bisa mengirim sawit lagi ke luar negeri dan mereka bisa mengais untung dari biji-biji sawit tersebut.

Menurut salah seorang petani Sawit di Marangkayu, Kutai Kartanegara, Wisnu Ponco Wisudo, sejak sepekan sebelum Lebaran, dia sudah tidak bisa panen sawit.

“Tidak ada pengepul yang mau beli lagi," kata Wisnu Ponco, kemarin.

Akibatnya, beberapa tandan buah sawit yang sudah sempat dipanen rusak karena tidak terjual. Hal itu berimbas pada beberapa kebutuhan Lebaran yang akan dibeli untuk anak dan istri terpaksa dibatalkan karena uang hasil penjualan sawit urung diterima. Ia sendiri mengaku paham tujuan pemerintah itu sebenarnya baik.

Keluhan yang sama disampaikan petani sawit lainnya, Kalimantoro, di Muara Badak.

"Kami berharap bisa segera dicabut atau diatur lebih baik lagi agar minyak goreng dalam negeri aman dan kami bisa menjual hasil sawit kami. Tidak seperti sekarang ini," kata Kalimantoro mengeluh.

Sebelum adanya penghentian pembelian sawit oleh para pengepul, harga beli Tandan Buah Segar (TBS) turun drastis menjadi sekitar Rp 1.800 per kg. Padahal sebelum adanya kabar larangan ekspor sawit itu, harga TBS bisa mencapai Rp 2.900 di tingkat pengepul di desa-desa.sinpo

Komentar: