Mengenang Adelina, Miskin di Kampung Dibunuh Di Negeri Rantau

Laporan: Sinpo
Senin, 27 Juni 2022 | 15:01 WIB
Keluarga menangisi mendiang Adelina Lisao, (SinPo.id/Jaringan anti Trafficking NTT)
Keluarga menangisi mendiang Adelina Lisao, (SinPo.id/Jaringan anti Trafficking NTT)

SinPo.id -  Mendiang Adelina Lisao merupakan tenaga kerja asal Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Perempuan itu terpaksa meninggalkan kampung halaman  nan jauh dari salah wilayah Indonesia Timur ke negeri Malaysia karena terdesak kemiskinan.

“Di Indonesia, umurnya dipalsukan menjadi 21 tahu dan mengaku berasal dari Medan, Sumatera Utara,” kata Suster Laurensia dari Jaringan anti Trafficking NTT, dalam pernyataan saat berdemontrasi putusan hukum di  kantor kedutaan Malaysia, Senin, (27/6/) siang.

Adelina lahir di Abi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 1998. Ia berangkat merantau sebagai tenaga kerja terpaksa memanipulasi usia. Padahal kala itu  usianya baru 15 tahun pada Juni 2013 saat ia berangkat ke Malaysia.

“Ia berangkat pertama kali dengan visa pelancong melalui sponsor perorangan,” tulis narasi pernyataan Laurensia.

Anehnya, setiba di Kuala Lumpur, Malaysia, majikan Adelina mengkonversi visa kunjungan singkatnya menjadi izin kerja sebagai PRT selama setahun. Setelah izin habis, Adelina pulang ke Indonesia.

Tapi, tiga bulan kemudian, Adelina kembali keMalaysia menggunakan visa turis, dan bekerja untuk Jayavartiny Rajamanickam anakdari Ambika di Penang.

Di situ, Adelina bekerja sebagai PRT secara ilegal karena majikantidakmengurus izin kerja, asuransi dan kontrak kerja.  Empat tahun berlalu, tepatnya 10 Februari 2018, Kepolisian Seberang Perai Tengahmenyelamatkan Adelina dari penyiksaan dan membawanya ke rumah sakit setelah mendapatkan informasi dari para tetangga yang mendengarnya mengerang kesakitan.

Saat di evakuasi petugas, Adelina disebut mengalami kurang gizi, luka-luka parah tangandan kaki penuh luka bakar, wajah bengkak, dan ketakutan.

Adelina bahkan disebut hampir tidak bisa berjalan dan diduga dipaksa tidur di beranda rumah bersama anjing majikannya.

“Keesokan harinya, Adelina dinyatakan meninggal dunia, dengan dugaan Ambika melakukan penganiayaan,” kata Laurensia menjelaskan.

Laurensia mengatakan apa yang dialami Adelina Lisao merupakan potret umum PRT migran Indonesia di negara asing.

Ironisnya Kamis lalu, (23/6) pekan lalu Majelis hakim yang beranggotakan Vernon Ong Lam Kiat, Harmindar Singh Dhaliwal, dan Rhodzariah Bujang menolak permohonan jaksa penuntut umum untuk menggugurkan putusan Mahkamah Tinggi yang sebelumnya menghukum bebas majikan sekaligus pembunuh Adelina Lisao.

Kasus pembunuhan TKI asal NTT sendiri telah diproses hukum sejak 2018, saat itu pengadilan memutus bebas pelaku, sedangkan  siding banding 2019 juga diputus. Termasuk sidang Kamis pekan  lalu dengan putusan sama.

Dalam putusannya, Hakim Vernon, yang mengetuai majelis hakim, mengatakan Pengadilan Tinggi telah mengeluarkan putusan dengan benar dalam membebaskan majikan Adelina Lisao, Ambika MA Shan. Hakim Vernon mengatakan jaksa penuntut umum harus memberikan alasan mengapa mengajukan permohonan Discharge Not Amounting To Acquittal (DNAA).

Putusan tak adil itu membuat Koalisi sipil untuk keadilan Adelina terdiri dari Migrant CAREdan Jaringan anti Trafficking NTT mengelar protes. Koalisi menilai putusan bebas itu melukai rasa keadilan bagi Adelina dan keluarganya, PRT migran Indonesia dan bangsa Indonesia.

“Kami mengutuk dan menyesalkan dengan sungguh-sungguh atas dijatuhkannya putusanbebas murni kepada Ambika (majikan Adelina) yang jelas terbukti melakukanpenyiksaan hingga Adelina kehilangan nyawa, “ kata juru bicara Koalisi sipil untuk keadilan Adelina, Siti Badriyah.

Siti menilai putusan tersebut melukai rasa keadilan bagi Adelinadankeluarganya, PRT migran Indonesia dan bangsa Indonesia. “Malaysia berlaku tidak adil dan tidak konsisten terhadapnilai-nilai hak asasi manusia dalam menegakkan kasus penyiksaan keji terhadap AdelinaLisao,” kata Siti menegaskan.sinpo

Komentar: