Polri: Pelanggar Etik Tak Berhak Ajukan Peninjauan Kembali!

Laporan: Tri Bowo Santoso
Jumat, 30 September 2022 | 00:37 WIB
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo. Foto: Istimewa
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo. Foto: Istimewa

SinPo.id - Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, menegaskan, anggota Polri yang sudah dijatuhi sanksi berdasarkan keputusan Komisi Kode Etik Polri tidak memiliki hak mengajukan peninjauan kembali atau PK.

"Pihak pelanggar tidak memiliki hak untuk mengajukan KKEP PK," kata Dedi dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, 29 September 2022.

Hal ini disampaikan Dedi Prasetyo menanggapi video viral di media sosial terkait pernyataan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang meminta Presiden dan Menkopolhukam meninjau ulang Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri karena memberikan peluang bagi Ferdy Sambo yang sudah dipecat dapat melakukan peninjauan kembali sehingga bisa aktif lagi menjadi anggota Polri.

Dedi menjelaskan, sesuai pasal 83 Perpol 7 Tahun 2022, bahwa ketentuan mengenai peninjauan kembali hanya dapat dilakukan oleh Kapolri apabila terdapat kekeliruan dalam penjatuhan sanksi KKEP yang sudah berkekuatan hukum tetap atau mengikat berdasarkan hasil pemeriksaan tim yang dibentuk Kapolri.

Dedi juga menegaskan keputusan sidang banding Ferdy Sambo secara materiil dan formil semua sudah terpenuhi.

"Untuk keputusan banding secara materiil dan formil semua sudah terpenuhi dan bersifat final serta mengikat sesuai Perpol 7 Tahun 2022," tutur Dedi.

Pada kesempatan terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai, pernyataan yang disampaikan Gatot Nurmantyo terbalik dalam memahami peninjauan kembali yang diatur dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022.

"Logikanya kebalik-balik itu. Peninjauan kembali itu tidak berlaku bila sudah ada sanksi PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat)," tegas Bambang.

Peninjauan kembali merupakan kewenangan baru yang dimiliki oleh Kapolri dengan diterbitkannya Perpol 7 Tahun 2022 pada Juni 2022. Dalam peraturan itu, Kapolri dapat melakukan peninjauan kembali atas keputusan sidang etik yang dianggap mencederai rasa keadilan publik.

Terbitnya Perpol Nomor 7 Tahun 2022 karena kasus Ajun Komisaris Besar Polisi Raden Brotoseno yang pernah dipidana karena menerima suap dari tersangka korupsi, namun belum diberhentikan sebagai anggota Polri setelah sidang etik menjatuhkan sanksi meminta maaf dan demosi.

"PK Brotoseno itu terjadi karena belum ada putusan PTDH. Dia disanksi cuma rekomendasi sidang etik," tutup Bambang Rukminto.sinpo

Komentar: