Kritisi Badan Pengarah Papua, Yorrys : Tak Cukup Sensitif Terhadap Akar Masalah

Laporan: Sigit Nuryadin
Rabu, 02 November 2022 | 14:03 WIB
Ketua MPR for Papua, Yorrys Raweyai, (SinPo.id/Sigit Nuryadin)
Ketua MPR for Papua, Yorrys Raweyai, (SinPo.id/Sigit Nuryadin)

SinPo.id -  Ketua MPR for Papua, Yorrys Raweyai, meragukan efektivitas dan kinerja kelembagaan Badan Pengarah Papua. Lembaga tersebut  mengingatkan kita pada Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang dibentuk pada 2011 silam.

“Lembaga semacam UP4B sebelumnya tidak cukup sensitif terhadap akar masalah yang sedang melanda Papua. Seperti halnya UP4B, Badan Pengarah Papua juga begitu miskin dalam merespons situasi konfliktual yang saat ini sedang terjadi,” kata Yorrys Raweyai, Rabu, 2 November 2022.

Yorrys juga menyebut kebijakan otonomi khusus sebagai legal transitional justice atau kebijakan transisional dalam rangka memproteksi dan mengafirmasi Orang Asli Papua serta seluruh kepentingan di dalamnya terkesan kehilangan arah. “Sebab tidak menyediakan ruang transisi yang memadai bagi percepatan pembangunan itu sendiri”, ujar Yorrys menambahkan.

Ketua Komite II DPD RI itu menyatakan, tidak ada satu nomenklatur aturan pun yang mengarahkan kerja-kerja Badan Pengarah Papua untuk melibatkan wakil rakyat di tingkat pusat maupun daerah, baik itu DPR, DPRP, DPRK dan DPRP serta DPD yang justru lebih mampu memberi masukan sosiologis dan politis.

Bagi Yorrys, persoalan Papua saat ini tidak sekedar berkutat pada pembangunan infrastruktur fisik, pemerimntahan dan keuangan, tapi juga kesiapan kultural yang senantiasa menjadi hambatan-hambatan psikologis dalam merespons berbagai persoalan.

Ia menuding sejumlah elemen masyarakat yang selama ini bersuara banyak tentang persoalan Papua tidak dilibatkan secara aktif. “Padahal pemerintah memerlukan strategi bottom up dalam menggali informasi tentang bagaimana masyarakat merespons percepatan pembangunan yang mereka rasakan,” kata Yorrys menegaskan.

Anggota DPD RI Dapil Papua itu mencontohkan pembangunan jalan Trans Papua yang menjadi sorotan publik. Nilai pembangunan jalan hingga triliunan rupiah yang digelontorkan untuk pembukaan isolasi itu bertujuan baik, namun justru dipandang sebagai ancaman dan terkesan sebagai proyek yang tidak sepenuhnya menyelesaikan persoalan.

Sementara itu masyarakat Papua terus mempersoalkan kekerasan demi kekerasan serta pelanggaran hak asasi manusia yang masih saja terjadi. “Itu artinya, proyek percepatan pembangunan ini tidak berkorelasi efektif, efesien dan relevan dengan kondisi masyarakat pada tataran akar rumput,” katanya.

Ia meminta pemerintah mempertimbangkan ulang desain kinerja Badan Pengarah Papua agar tidak jatuh ke dalam kegagalan yang sama di masa lalu.

Tercatat Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2022 tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua. Lembaga Non-Struktural yang juga dikenal sebagai Badan Pengarah Papua ini berperan dalam upaya sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus wilayah Papua.

Struktur organisasi ini dipimpin oleh Wakil Presiden. Sementara berbagai kementerian menjadi anggota sesuai bidangnya masing-masing. Keanggotaan pada tingkat bawah juga diisi oleh perwakilan setiap provinsi di wilayah Papua dengan kategori Orang Asli Papua yang terlepas dari unsur-unsur birokratis dan politis, semisal DPR, DPD, DPRP, DPRK maupun keanggotaan partai politik.

 sinpo

Komentar: