Korupsi Heli AW-101, Eks KSAU Agus Supriatna Kembali Dipanggil Sebagai Saksi

Laporan: Khaerul Anam
Senin, 28 November 2022 | 12:50 WIB
Ilustrasi KPK/ SinPo.id/ Khaerul Anam
Ilustrasi KPK/ SinPo.id/ Khaerul Anam

SinPo.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW-101) di TNI-AU tahun 2016-2017 dengan terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.


Sidang masih beragendakan pemeriksaan saksi. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan menghadirkan mantan KSAU Agus Supriatna.

"Diperiksa sebagai saksi sidang perkara terdakwa Irfan Kurnia Saleh," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan di Jakata, Senin, 28 November 2022.

Selain Agus, saksi lain yang dipanggil yaitu
Heribertus Hendi Haryoko PPK TNI AU; Fransiskus Teguh Santosa, Kepala ULP TNI AU dan Ketua Panitia pengadaan; Suptianto Basuki Asrena AU; Angga Munggaran selaku Staff keuangan zpT DJM; Wisnu Wicaksono Ka. Pekas; Joko Sulistiono selaku Kaur Yar Pekas Mabes TNI AU; serta dua Pegawai BRI KC Pekad Mabes TNI AU Cilangkap, Ratna Komala Dewi dan Bayu Nur Pratama.

Sebelumnya dalam perkara ini Jaksa KPK mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenneway melakukan tindak pidana korupsi. Irfan didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.


Dalam surat dakwaan Irfan disebut melakukan pengaturan spesifikasi teknis, proses pengadaan, penyeragan barang hasil pengadaan, Helikopter AW-101 secara bersama-sama dengan para pihak yang disebutkan di atas.

Irfan juga didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain. Secara perinci jaksa menyebut Irfan memperkaya dirinya sebesar Rp183,2 miliar. Selain itu, Irfan juga turut memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp17,7 miliar, memperkaya korporasi yaitu perusahaaan Agusta Westland sebesar US$29,5 juta atau senilai Rp391,6 miliar serta memperkaya perusahaan Lejardo Pte Ltd, sebesar 10,95 juta dolar Amerika, atau senilai Rp146,3 miliar.

Atas perbuatannya Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 sinpo

Komentar: