Pemberhentian 57 Pegawai Yang Tak Lolos TWK Dianggap Tepat

Laporan: Tisa
Kamis, 16 September 2021 | 19:30 WIB
Diskusi Daring 'Akhiri Polemik TWK, Presiden Pilih Hukum atau Politik' yang digelar Jakarta Journalist Center, Jakarta, Kamis (16/9).
Diskusi Daring 'Akhiri Polemik TWK, Presiden Pilih Hukum atau Politik' yang digelar Jakarta Journalist Center, Jakarta, Kamis (16/9).

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan akan memberhentikan 57 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021 mendatang.

Hal tersebut sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal Kamis 9 September 2021.

Mengacu putusan Mahkamah Agung (MA) secara substansial desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya. 

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, mengatakan pimpinan KPK sudah membuat kebijakan tepat memberhentikan 57 pegawai tidak lolos TWK.

"Pemberhentian secara definitif terhadap Novel Baswedan dkk," ucap Petrus usai diskusi daring 'Akhiri Polemik TWK, Presiden Pilih Hukum atau Politik' yang digelar Jakarta Journalist Center, Jakarta, Kamis (16/9).

Karena itu kata Petrus, bagi pihak yang tak puas terhadap keputusan itu dapat mengajukan proses hukum secara Tata Usaha Negara sesuai dengan kepentingan dan kerugian yang diderita.

"Sesuai Hukum Acara Peradilan TUN dan UU Administrasi Pemerintahan (pasal 17, 18 dan pasal 19)," ujar Petrus.

Tak hanya itu, Petrus menyebut secara prinsip, KPK dan Badan Kepegawaian Negara bekerja berdasarkan sitem norma, standar, kriteria dan prosedur dalm mengelola Administrasi pemerintahan. 

"Ketika ada pihak-pihak yang merasa tidak sejalan lagi dengan kebijakan Pimpinan KPK, maka berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan, langkah yang dapat ditempuh adalah mengunakan Upaya Administratif dan/atau Upaya Hukum melalui Badan Peradilan (pasal 19 jo pasal 75). Bukan ke semua Komisi Negara atau ke Presiden," kata Petrus.

Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara, Aidul Fitriciada Azhari mengatakan Presiden Joko Widodo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS/ASN tidak boleh gegabah.

Presiden sebagai PPK tertinggi itu kata dia tercantum di Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Presiden sebagai PPK tertinggi pun tidak boleh gegabah mencampuri masalah TWK, melainkan harus bertindak sesuai sistem merit yang telah ditetapkan oleh UU ASN," tutur Aidul.

Jika melihat pada putusan MA itu maka kewenangan TWK berada pada Badan Kepegawaian Negara (BKN), selaku pemerintah bukan pada KPK.

Menurut Aidul, kewenangan BKN untuk menggelar TWK itu sudah sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. 

"Sebagai badan yang berwenang menangani manajemen ASN, BKN harus menindaklanjuti hasil TWK  berdasarkan sistem merit sesuai UU ASN," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan supremasi hukum telah ditegakkan melalui hasil putusan MA dan MK.

Firli menilai MK sebagai court of law telah menetapkan suatu putusan yang menjelaskan lintasan perundang-undangan yang kuat dalam hal landasan dan kepastian hukum.

Adapun, MA sebagai puncak peradilan mengenai keadilan atau court of justice sudah juga menetapkan kesesuaian kerja KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangan berdasarkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, dan juga Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN. 

"Kami sejak awal juga telah mengatakan bahwa kerja-kerja kami pastilah sesuai amanat perundang-undangan serta berlandaskan dan berkekuatan hukum yang berlaku," kata Firli.

Sebagai lembaga peradilan tertinggi untuk melakukan Judicial Review, keputusan MK berasas Erga Omnes atau Berkekuatan Putusan Tetap yang diberlakukan kepada setiap penduduk negara, serta bersifat final.

Dalam court of justice, keputusan MA telah memberikan kepastian hukum atas penyelenggaraan peralihan status pegawai KPK yang berdasarkan kesesuaian setiap makna dan tujuan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan dan kekuatan hukum yang sah.

"MK dan MA sebagai lembaga negara yang berwenang menguji dan menilai keabsahan peraturan perundang-undangan telah memutuskan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Peralihan Pegawai KPK menjadi ASN adalah konstitusional dan sah. Alhamdulillah, supremasi hukum telah ditegakan melalui hasil putusan MA dan MK," tutur Firli.

Karena itu, pihaknya akan melanjutkan proses peralihan pegawai KPK berdasarkan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 dan amanat Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan Lainnya Tentang Manajemen ASN.

 sinpo

TAG:
KPK
TWK
Komentar: