Kecewa Vonis Nihil Heru Hidayat Di Skandal Asabri, MAKI Siapkan Gugatan Ke MK

Laporan: Khaerul Anam
Rabu, 19 Januari 2022 | 17:56 WIB
Terdakwa kasus korupsi Asabri, Heru Hidayat/net
Terdakwa kasus korupsi Asabri, Heru Hidayat/net

SinPo.id - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merasa kecewa atas vonis nihil dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat dalam kasus korupsi PT ASABRI (Persero).

MAKI menilai putusan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat.

"MAKI menghormati putusan tersebut namun tetap menyatakan kecewa atas putusan tersebut karena tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, melalui keterangan tertulis, Rabu (19/1).

Bonyamin mengatakan, seharusnya Majelis Hakim menjatuhkan pidana lebih berat kepada terdakwa, tidak boleh nihil. Menurutnya, hukuman nihil hanya berlaku pada perkara penjara terhitung satu hari hingga maksimal 20 tahun.

“Berdasar Pasal 193 ayat (1) KUHAP, jika hakim menyatakan Terdakwa bersalah maka Terdakwa dijatuhi hukuman pidana. Tidak boleh nihil karena hukuman sebelumnya dalam kasus Jiwasraya adalah seumur hidup dan bukan penjara dalam hitungan maksimal 20 tahun Jika hukuman seumur hidup maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman di atasnya, yaitu mati," ucap Bonyamin.

Bonyamin menilai, putusan hakim menyatakan perbuatan terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka mestinya dipidana dan bukan nihil. Bisa seumur hidup atau mati.

"Seandainya hakim tidak sependapat dengan tuntutan mati oleh jaksa penuntut umum, mestinya hukuman penjara seumur hidup secara bersyarat lebih memenuhi ketentuan hukum acara KUHAP karena tetap jatuhi hukuman pidana dan bukan nihil," tambahnya.

"Putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat dan nasabah secara berulang (Jiwasraya dan ASABRI)," tegas Bonyamin.

Boyamin berharap agar Kejaksaan Agung melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sebab, berdasarkan Pasal 240 KUHAP putusan itu keliru.

MAKI juga akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk memperluas makna "pengulangan dalam melakukan pidana" yang selama ini dimaknai terbatas setelah orang dipenjara kemudian melakukan perbuatan pidana.

"Tidak disebut berulang jika belum pernah dipenjara meskipun berulang-ulang melakukan perbuatan pidana. Jika ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi maka dalam kasus seperti Heru Hidayat nantinya dapat diterapkan hukuman mati," ungkap Bonyamin.

Diketahui, Heru Hidayat dalam perkara ini dituntut oleh Jaksa hukuman pidana mati. Namun, Hakim menjatuhkan vonis pidana nihil lantaran Heru sudah mendapat hukuman maksimal dalam kasus sebelumnya, yakni korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).sinpo

Komentar: