Buntut Pengangkatan Pangdam Jaya! Panglima TNI Digugat Ke PTUN Dan Pengadilan Militer

Laporan: Ari Harahap
Sabtu, 02 April 2022 | 16:48 WIB
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa/net
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa/net

SinPo.id - Pengangkatan Mayor Jenderal Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa berujung gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta dan Pengadilan Militer Tinggi Jakarta.

Adalah Keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998, Paian Siahaan (ayah dari Ucok Munandar Siahaan) dan Hardingga (anak dari Yani Afri) bersama Koalisi Masyarakat Sipil yang menggugat hal tersebut.

Gugatan tersebut sebagaimana dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil meliputi Imparsial, KontraS, dan YLBHI sebagai kuasa hukum yang telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta dengan nomor 87/G/2020/PTUN.JKT dan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Jumat, (1/4).

"Gugatan ini dilayangkan atas Keputusan Panglima TNI terkait pengangkatan Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya," ujar Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Julius Ibrani, dalam keterangannya, Sabtu (2/ 4).

Julius menjelaskan alasan gugatan dilayangkan ke PTUN dan Pengadilan Militer Tinggi II. Karena para penggugat menilai soal Surat Keputusan Panglima mengangkat Jenderal Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam Jaya sampai saat ini tidak ada konstruksi hukum yang memadai.

Sedangkan, dalam waktu 90 hari obyek Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Kep/5/I/2022 akan tetap berlaku sejak diterbitkan pada 4 Januari 2022.

Padahal seharusnya di negara hukum tidak boleh ada unsur-unsur yang tidak dapat tersentuh oleh hukum dan kemudian menciptakan eksklusivitas bahkan kekebalan.

"Maka tidak ada pilihan bagi Para Penggugat selain harus mengajukan permasalahan ini kepada dua pengadilan tersebut," jelasnya.

Gugatan terhadap keputusan Jenderal Andika dilatarbelakangi karena Jenderal Untung Budiharto diduga terlibat dalam kejadian penculikan paksa yang terjadi pada tahun 1997/1998 lalu sebagaimana laporan investigasi Komnas HAM.

"Sebagai pejabat menciptakan preseden buruk dimana orang-orang yang tidak memiliki integritas untuk memegang suatu jabatan publik/melayani masyarakat Indonesia. Namun diberi apresiasi dan promosi hingga menduduki jabatan penting," tuturnya.

Selain itu, Julius juga menambahkan jika pengangkatan Jenderal Untung Budiharto akan menambah luka dari orang tua korban penculikan paksa yang terjadi pada tahun 1997/1998 lalu.

"Pengangkatan tersebut mencederai perjuangan keluarga korban dan pendamping yang terus mencari keberadaan korban yang masih hilang, namun orang-orang yang berada pada inti kasus tersebut," tegasnya.

"Termasuk Untung Budiharto, tidak pernah berterus terang atas kebenaran kasus atau membantu investigasi pencarian lagi-lagi malah diberi apresiasi dan promosi jabatan," tambahnya.

Di sisi lain, Julius juga menilai, diangkatnya figur akan bertolak belakang dengan Surat Telegram (ST) Panglima TNI No. ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021. Dimana aturan ini telah dijamin tidak akan menghambat proses penegakan hukum terhadap prajurit yang melanggar aturan perundang-undangan.

Sebab, surat tersebut menyebutkan penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan harus berkoordinasi dengan Komandan/Kepala Satuan TNI untuk memanggil aparat militer dalam suatu proses hukum.

"Berpotensi dapat mengganggu penegakan hukum dan hak asasi manusia di wilayah Kodam Jaya," tandasnya.sinpo

Komentar: