Sidang MKMK: Para Pelapor Sampaikan Bukti Dugaan Pelanggaran Kode Etik

Laporan: Tim Redaksi
Kamis, 02 November 2023 | 04:31 WIB
Sidang MKMK (MK)
Sidang MKMK (MK)

SinPo.id -  Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kembali menggelar sidang untuk memeriksa laporan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi. Sidang Pemeriksaan Pendahuluan ini digelar pada Rabu 1 November 2023 di Ruang Sidang MKMK, Lantai 4, Gedung 2 MK.

Kali ini, sidang pemeriksaan laporan terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, dilaksanakan pukul 09.00 WIB. Sesi kedua, pukul 13.30 WIB. Pada sidang sesi pertama, MKMK memanggil Pelapor yaitu Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dalam Laporan Nomor 2/MKMK/L/ARLTP/10/2023, dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dalam Laporan Nomor 2/MKMK/L/ARLTP/10/2023. Perekat Nusantara dan KIPP melaporkan Ketua MK Anwar Usman. MKMK juga memanggil Tumpak Nainggolan dalam Laporan Nomor 18/MKMK/L/ARLTP/10/2023 dengan Terlapor sembilan hakim konstitusi.

Perekat Nusantara melalui Petrus Selestinus mengatakan pihaknya telah menyerahkan perbaikan dan melakukan penajaman atas laporan yang telah disampaikan pada saat Rapat Klarifikasi pada Kamis (26/10/2023). Selanjutnya Petrus menyampaikan alasan hukum yang diajukan atas dugaan pelanggaran etik atas Terlapor Ketua MK Anwar Usman. Menurutnya, Anwar UIsman dalam perkara uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu berada pada posisi memiliki hubungan keluarga sebagai ipar dari Presiden RI. Petrus mengatakan, mulai dari Perkara Nomor 29, 51, 55, 90, 91, 92/PUU-XXI/2023, Presiden melalui kuasanya hadir sebagai pihak pemberi keterangan. Sementara Pemohon Perkara Nomor 90/ PUU-XXI/2023 melalui uji matriel ini berupaya agar agar Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan dari Terlapor, dapat mengikuti kontestasi pemilihan capres/cawapres.

“Dalam hubungan ini, Pelapor meyakini Terlapor telah melanggar prinsip independensi atau ketidakberpihakan dan integritas dalam kode etik dalam perilaku hakim konstitusi. Maka dari Perekat Nusantara meminta kepada MKMK dalam persidangan memutuskan dengan memberi sanksi berat dengan pemberhentian tidak homat. Sebab posisi MK hari initelah terjadi pelanggaran konstitusi dan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman MK tidak lagi merdeka dan tidak mandiri. Maka, kami mempercayakan pada MKMK supaya permohonan dari Perekat Nusantara dikabulkan demi menjamin kepercayaan publik kembali kepada MK,” urai Petrus.  

Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) melalui Kaka Suminta menyebutkan Terlapor mempunyai kepentingan dan obligasi moral terkait pemilu.  Menurut Pelapor, Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 ada dugaan kuat intervensi pada penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu. Hal ini menurut Pelapor terlihat dari kekacauan di KPU dalam penerapan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Kendati belum berganti norma, tetapi telah terjadi penerimaan calon kandidat yang dinilai bertentangan dengan PKPU itu sendiri.

“Dalam hal ini kami memiliki legal standing dan dalam Perkara 29, 51, 55/PUU-XXI/2023 kami mewakili lembaga independen dan sebagai Pihak Terkait,” sebut Suminta di hadapan Sidang MKMK yang dipimpin oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie beserta Sekretaris MKMK  Wahiduddin Adams dan Anggota MKMK Bintan Saragih.

Tumpak Nainggolan menyampaikan laporan secara daring dari Cianjur, Jawa Barat. Tumpak mengatakan kepentingan hukum pihaknya pada laporan perkara ini karena kepeduliannya atas Amar Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Tumpak mengatakan menurut UU 10/2016, tidak pernah ada istilah atau penyebutan ‘pemilihan kepala daerah’ dan tidak pula disebutkan adanya keberadaan ‘kepala daerah’. Bahkan berpedoman pada UU 7/2017, pemilihan gubernur/bupati/walikota tidak ada rumusan penyebutan kepala daerah. Sementara terkait dengan alasan hukum atas Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, Pelapor menilai hal tersebut sebagai luapan kemampuan akademik dan telaah terhadap undang-undang yang dijatuhkan oleh hanya Ketua MK. Dalam analisis Pelapor, pada permohonan perkara yang dikabulkan sebagian tersebut antara posita dan petitumnya tidak memiliki kejelasan.

“Jadi, tidak ada klausa yang menegaskan sebuah pertimbangan yang dimaksud bertentangan dengan UUD 1945. Di dalamnya hanya disebutkan inkonstitusional bersyarat. Ini kualifikasinya ke mana, dan saya menilai putusan itu bertentangan antara petitum dengan posita. Ini berkait dengan integritas seorang Ketua MK dalam mengambil keputusan yang sungguh terlalu cepat,” jelas Tumpak.

Pada sidang sesi kedua, MKMK mendengarkan keterangan Pelapor yaitu Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP) dan Gugum Ridho Putra dkk dalam Laporan Nomor 3/MKMK/L/ARLTP/10/2023; Lembaga Bantuan Hukum Barisan Relawan Jalan Perubahan, Roynal Christian Pasaribu dan R. Jourda dalam Laporan Nomor 10/MKMK/L/ARLTP/10/2023 dengan Terlapor Ketua MK Anwar Usman; dan Marthen Y. Siwabessy, Anggie Tanjung, Ruth Yosephine Tobing dalam Laporan Nomor 12/MKMK/L/ARLTP/10/2023 dengan Terlapor Ketua MK Anwar Usman, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, M. Guntur Hamzah, Daniel Yusmic P. Foekh, dan Manahan M.P. Sitompul.

Tim Advokasi Peduli Pemilu melalui Gugum Ridho Putra menyebutkan pihaknya memperkuat pembuktian atas dua pelanggaran yang didugakan kepada Terlapor. Pertama, pernyataan bohong Terlapor mengenai alasan ketidakhadiran pada RPH atas Perkara Nomor 29, 51, 55/PUU-XXI/2023 yang dinyatakan tidak dikabulkan, sedangkan pada Perkara nomor 90,91/PUU-XXI/2023 dinyatkan dikabulkan sebagian. Keikutsertaan Terlapor dalam memutus dua perkara terakhir termuat kepentingan Terlapor dengan ikut serta memimpin dan memutus perkara yang sarat akan konflik kepentingan. Atas seluruh uraian  laporan tentang pernyataan bohong Terlapor, sambung Gugum, terdapat pada pernyataan dissenting opinion Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

“Pada satu alasan disebutkan untuk menghindari pertentangan kepentingan. Namun pada alasan lainnya, karena alasan kesehatan. Ini jelas melanggar kode etik hakim dan melanggar prinsip integritas. Keikutsertaan memeriksa perkara yang mengandung pertentangan kepentingan dengan memeriksa perkara 90 ini intinya posisi Terlapor sebagai Paman dari Gibran. Maka ini sudah terang benderang ada pertentangan kepentingan. Sanksi yang Pelapor inginkan dijatuhi berupa sanksi etik berat yakni pemberhentian dengan tidak hormat,” tegas Gugum.

Berikutnya LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan melalui Roynal Christian Pasaribu menyampaikan perilaku Terlapor yang melanggar kode etik sebagaimana termuat pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Bahwa hakim konstitusi dilarang memberikan komentar terbuka atas perkara yang akan, sedang diperiksa, atau sudah diputus, baik oleh hakim yang bersangkutan atau hakim konstitusi lain, kecuali dalam hal-hal tertentu dan hanya dimaksudkan untuk memperjelas putusan.

Roynal mengatakan pula bahwa hakim konstitusi—kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya kuorum untuk melakukan persidangan—harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan tertentu, termasuk di dalamnya jika hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan. Dalam pendapat Pelapor, ini mengindikasikan dua hal yang dilanggar oleh Terlapor. Sehingga Pelapor menyertakan bukti berupa transkrip atas penerapan ketidakberpihakan dari Terlapor.

“Perkara 29, 51, 55, 90, 91 itu RPH-nya pada 19 September kecuali untuk Perkara 90 dan 91. Itu RPH-nya akhir Oktober. Selain itu, Terlapor juga melakukan komentar pada saat perkara sedang diperiksa MK. Ini jelas pelanggaran terhadap larangan yang ada pada norma yang ada, di mana bagi hakim dilarang untuk memberikan komentar terbuka atas perkara yang akan diputus,” jelas Roynal.

Advokat Pengawal Konstitusi melalui Marthen Y. Siwabessy mengatakan, dari lima hakim konstitusi yang dilaporkan pihaknya disebutkan telah terduga berupaya menambahkan frasa pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu. “Meski putusan dari Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh  dikabulkan, tetap saja ada penambahan frasa,” kata Marthen.

Berikutnya, Marthen menyebutkan kelima Terlapor tersebut baginya telah melakukan pelanggaran terhadap sumpah janji jabatan hakim. Dikatakan bahwa Terlapor berjanji untuk berpegang teguh pada konstitusi, namun nyatanya mereka melanggar konstitusi, baik secara bersama-sama maupun personal. Begitu pula dengan adanya norma yang ditabrak, sehingga terlahirlah Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
 sinpo

Komentar: