Pesan Hardiknas Ketum Muhammadiyah: Pendidikan Jangan Dijadikan Pabrik Robot

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 02 Mei 2024 | 16:26 WIB
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (SinPo.id/dok. Muhammadiyah)
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (SinPo.id/dok. Muhammadiyah)

SinPo.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei, harus memberikan makna terdalam tentang pendidikan Indonesia hari ini dan ke depan. Karena, pendidikan bukan pabrik robot, 

meski kini masyarakat hidup di zaman revolusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), di mana orang dituntut kerja dalam pranata modern.

"Jangan bawa pendidikan nasional Indonesia menjadi pabrik dan melakukan proses fabrikasi yang melahirkan robot," kata Haedar dalam keterangannya pada Kamis, 2 Mei 2024. 

Menurut Haedar, secara kognisi dan profesi, boleh saja memiliki kelebihan dan keunggulan, lebih-lebih dalam konteks Indonesia di era revolusi Iptek dan IT. Namun, pendidikan harus tetap menghasilkan dan melakukan proses pencerdasan manusia dengan keseluruhan akal budinya.

"Kita harus menghasilkan insan-insan generasi Indonesia yang kuat, religiusitasnya berbasis iman dan takwa, apapun agamanya. Berakhlak mulia apapun agama dan latar belakangnya kemudian mereka berilmu, menguasai teknologi berkeahlian dalam berbagai bidang, tapi pada saat yang sama juga menjadi insan-insan yang bersosial sebagaimana kultur gotongroyong yang hidup di bumi Indonesia," pesan Haedar.

Haedar mengaku tidak ingin pendidikan justru melahirkan  insan-insan yang robotik, yang angkuh karena ilmunya, egois terhadap lingkungannya, bahkan nanti bisa menghasilkan orang-orang cerdas yang merusak bumi dan seluruh isi alam Indonesia. Sebab, tidak punya kekuatan rohaniah dalam basis Iman, takwa dan kesadaran rohaniah yang tinggi.

"Saya yakin bangsa Indonesia ke depan akan maju jika rancang bangun pendidikan nasional betul-betul berbasis pada pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara utuh komprehensif dan multierspektif dan tidak terjebak pada reduksi distorsi dan disorientasi yang hanya menyasar satu target dan tujuan, yakni menghasilkan manusia yang berbudi, kita harus menghasilkan manusia Indonesia dan insan Indonesia yang utuh bermartabat dan berperadaban utama," ujarnya.

Lebih lanjut, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menyoroti tantangan yang bersifat situasional atau kontekstual. Human Development Index (HDI) Indonesia masih kalah dibanding negara-negara ASEAN, daya saing bangsa juga masih di bawah negara-negara ASEAN yang lain. Bahkan, temuan terakhir bahwa tingkat IQ atau kecerdasan rakyat Indonesia masih dalam posisi ke-113 dengan indeks 78,59.

"Artinya bahwa pendidikan nasional kita sejatinya juga belum bisa setara dengan pendidikan di negara lain, maka kewajiban utama para perumus kebijakan adalah bagaimana kita meningkatkan kualitas pendidikan nasional ke tingkat yang unggul berkemajuan," ungkap Haedar.

Hal ini memerlukan kesungguhan  bukan hanya berhenti pada birokratisasi pendidikan atau mengambil isu-isu pendidikan yang bagus tetapi parsial. 

Bagi Haedar, pendidikan adalah proses jangka panjang, maka strategi kebijakannya juga harus kontinu, jangan mengalami patah-patah atau diskontinuitas dari satu fase ke fase berikutnya. 

"Dari periode ke periode, menteri dan pola kebijakan boleh berbeda, tetapi kesinambungan menjadi wajib adanya. Karena pendidikan menyangkut hajat hidup bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Haedar.sinpo

Komentar: