Menjadikan Ganja Sebagai Obat

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 09 Juli 2022 | 07:00 WIB
Ilustrasi, (SinPo.id/Wawan)
Ilustrasi, (SinPo.id/Wawan)

Senayan mendorong rapat dengar pendapat dengan Komisi III yang kebetulan sedang membahas revisi UU Narkotika. Dikoordinasikan dengan Komisi IX yang membidangi kesehatan

SinPo.id -  Santi Warastuti mendatangi gedung DPR RI di Senayan pada Selasa memasuki akhir bulan Juni 2022 lalu.  Perempuan berusia 43 itu mengusulkan daun ganja sebagai salah satu terapi bagi sang buah hati yang mengalami gangguan Cerebral Palsy (CP)  atau lumpuh otak yang selama ia rawat.

Saat ditemui wakil ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Santi mengatakan keberadaan ganja sangat dibutuhkan untuk terapi medis sang buah ketika mengalami kejang.  “Karena setiap anak CP itu hampir semua disertai kejang,” kata Santi.

Menurut Santi, setiap kejang terjadi pasti anak akan mengalami kemunduran dan itu sangat menyakitkan.  Meski ia mengakui kejang tak setiap hari, namun rata-rata dalam sepekan bisa dua kali mengalami gejala itu.

Ia meyakini ganja dinilai sangat efektif untuk membantu si buah hati karena ganja tak memilki efek samping. Sedangkan obat medis yang selama ini digunakan punya dampak bagi si buah hati  menimbulkan alergi.

“Saya belum tau prosedurnya karena juga saya belum pernah memakai. Makanya saya memohon kepada pemerintah untukk dibuatkan regulasi dan nanti pemakainya diawasi,” kata Santi menjelaskan.

Santi dan sejumlah person serta Perkumpulan Rumah Cemara,  Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat  atau (LBHM) mengusulkan legalisasi penggunaan ganja lewat pengujian materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Para Pemohon menguji secara materiil Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) yang melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan yang dianggap merugikan hak konstitusional pemohon karena menghalangi mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak.

Menurut  Santi, uji materi MK masih dikerjakan oleh hakim, setelah itu baru hakim akan mengeluarkan legal opinion, setelah mereka sepakat baru diambil keputusan baru diundang untuk pembacaan hasil putusan.

“Kata MK masih lama karena hukum acara konstitusi memang tidak mengatur kapan perkara ini maksimal akan diputus jadi kita masih menunggu dan makanya kemarin bu santi melakukan aksi,” katanya.

Kedatangan Santi Senayan, saat itu medapat respon Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad yang segera berkoordinasi dengan lintas komisi di senayan yang membidangi. Di antaranya komisi III yang kebetulan sedang mengodok revisi UU narkotika dan komisi IX yang membidangi kesehatan.

Dasco Ahmad menyatakan akan mendorong Komisi III DPR RI membahas rencana legalisasi ganja medis yang tertuang di Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Kami akan mendorong rapat dengar pendapat dengan Komisi III yang kebetulan sedang membahas revisi UU Narkotika. Nanti juga akan dikoordinasikan dengan komisi terkait, Komisi IX," ujar Dasco usai menemui santi di Senayan.

Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengusulkan kepada pimpinan komisinya berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo agar memerintahkan Menteri Kesehatan segera menyediakan ganja medis untuk kesembuhan anak  Santi yang menderita Cerebal Palsy.

“Karena itu saya mengusulkan, pimpinan (Komisi III) segera kita menulis surat kepada Presiden untuk menyediakan dan memerintahkan Menteri Kesehatan secepat-cepatnya menangani dan menolong anak ini (Fika),” kata Hinca.

Hinca merasakan apa yang dirasakan oleh Santi Warastuti sebagai orang tua dari Fika yang mengidap penyakit Cerebal Palsy. Menurut dia, negara harus hadir untuk kesehatan setiap warganya. “Ibu Santi, saya sebagai orang tua juga punya anak, mempunyai tanggungj awab yang sama dengan ibu, kami semua merasakan. Negara ini mengurus bukan hanya orang yang sehat tapi juga orang yang sakit,” kata Hinca menjelaskan.

Komisi III DPR RI juga sempat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Santi beserta kuasa hukumnya Singgih Tomi Gumilang, dan Peneliti Ganja dari Universitas Syiah Kuala Prof Musri Musman, pada Kamis sore akhir Juni lalu.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa mengurai, hasil RDP antara lain menyerap aspirasi dengan membuka kemungkinan revisi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

“Menyerap aspirasi tentang kemungkinan kedepan UU Narkotika kita keluarkan penggolongan Ganja dari Golongan I menjadi Golongan II atau III agar bisa diakses oleh masyarakat yang membutuhkan dari aspek kesehatan,” ujar Desmond.

Namun Desmond menegaskan perumusan pasal-pasal dalam UU Narkotika tetap dengan pembatasan-pembatasan yang sifatnya pengawasan.

Diperlukan Riset Untuk Menguji Ganja Sebagai Obat, Bukan Untuk Kesenangan

Ketua umum  Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Adib Khumaidi mengatakan masih membutuhkan riset terkait  dorongan ganja sebagai treatment atau pengobatan penyakit tertentu. "Sebagai usulan dari organisasi profesi IDI, kita mendorong ini (ganja medis) menjadi bagian riset terlebih dahulu,” ujar Adib.

Menurut Adib, riset detail dilakukan dengan tujuan melihat aspek keselamatan dan mengetahui  efek samping ketika ganja digunakan untuk terapi. Selain itu riset juga dilakukan agar mengetahui jenis penyakit apa saja yang bisa ditangani dengan ganja.

"Jangan sampai nanti kita merugikan atau malah membahayakan keselamatan pasien. Itu harus kita perhitungkan lewat riset," kata Adib menjelaskan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengizinkan penelitian medis untuk tumbuhan ganja dengan catatan  bukan konsumsi rekreasi. "Kalau selama ganja dipakai untuk penelitian medis, itu kita izinkan, bukan untuk dikonsumsi," ujar Budi.

Menurut Budi, ganja sama seperti tanaman lain yang akan diteliti sebagai bahan medis yang kemudian aturannya bisa diterbitkan.

"Kami sudah melakukan kajian. Nanti, sebentar lagi, akan keluar regulasinya untuk kebutuhan medis," kata Budi.

Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad mengatakan legalisasi ganja untuk medis dimungkinkan jika berbasis data dan fakta. Termasuk bukti ilmiah apakah ganja berakibat langsung pada pengobatan penyakit tertentu.

"Legalisasi ganja untuk kepentingan medis sangat memungkinkan. Secara kausalitas ini harus jelas dan dibuktikan secara empirik dan ilmiah oleh ahlinya," kata Suparji.

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia itu mengatakan jangan sampai digeneralisir semua penyakit menggunakan ganja sebagai obat. Ia menekankan sebab-akibat dari ganja dan penyakit perlu ditekankan. Selain itu lain ia menyebut bisa saja undang-undang Narkotika yang saat ini berlaku bisa saja diubah dan dilonggarkan khusus untuk ganja, dengan pertimbangan ganja jenis narkotika golongan 1.

"Dalam pasal 8 ayat 1 UU Narkotika ditekankan jika narkotika golongan 1 tidak boleh digunakan sebagai keperluan kesehatan. Maka bisa saja untuk ganja diberi kelonggaran," kata Suparji menjelaskan.

Ia juga menekankan agar regulasi yang melegalkanganja harus diatur dengan ketat. Jangan sampai legalisasi ganja medis justru menjadi pintu masuk merebaknya ganja untuk bersenang-senang.

Tak Hanya Medis, Ganja Juga Punya Nilai Ekonomis

Usulan legalisasi ganja bukan kali ini saja, pada awal akhir bulan Januari 2020 lalu anggota Komisi VI DPR RI Rafli mendorong pemerintah melegalkan ganja di Aceh menjadi salah satu komoditas yang bisa diekspor kebutuhan medis dan turunannya, bukan untuk disalahgunakan dan bebas dipergunakan.  

“Pemanfaatan ganja dari sisi medis yang sudah diakui dan digunakan sejumlah negara lebih maju,” kata Rafli,  akhir bulan Januari 2020 lalu.

Tentu usulan  Rafli itu bertentangan dengan pasal 8 ayat 1 UU Nomor 35/2009 Tentang Narkotika Golongan 1 yang tidak boleh digunakan untuk kebutuhan medis.  Namun, menurut Rafli jika pemerintah serius berencana mengelola komoditas tersebut, DPR dan seluruh instansi bisa saja merevisi regulasi yang ada dengan catatan dapat menutup celah penyalahgunaan. 

“Secara hukum agama, tumbuhan ganja pada dasarnya tidak haram, yang haram adalah penyalahgunaannya,” alasan Rafli.

Ia juga menawarkan sejumlah langkah yang dapat dilakukan pemerintah yang bisa dikaji kembali oleh para pakar ilmiah di bidangnya. Salah satu konsep itu menetapkan zonalisasi pilot project industri ganja Aceh untuk kebutuhan medis dan turunannya serta membentuk mekanisme tersistem budi daya dan pemanfaatan ganja sebagai bahan baku kebutuhan medis berkualitas ekspor.

 sinpo

Komentar: