Lain Ganja Lain Opium. Catatan Tanaman Kontroversial Yang Pernah Dilegalkan

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 09 Juli 2022 | 07:10 WIB
Ilustrasi, (SinPo.id/Wawan)
Ilustrasi, (SinPo.id/Wawan)

Opium sebagai bahan utama candu dilegalkan era kolonial, ditanam di perkebunan partikelir menjadi komoditas barter amunisi era mempertahankan kemerdakaan

SinPo.id -  Sistem perdagangan opium awalnya bebas tanpa melibatkan negara, dalam hal ini pemerintah kolonial. Opium sudah ada sejak masa VOC, meski candu sebagai produk turunan bahan dasar opium belum diproduksi di Indonesia.“Kemudian melihat berkembang pesat di wilayah Asia terjadi pesaingan negara kolonialis Inggris dan VOC Belanda, lalu melakukan penguasaan penyediaan opium di wiluyah jajahan,” kata sejarawan Pantai Utara Jawa, Wijanarto, kepada SinPo.id, Selasa, 5 Juli 2022 lalu.

Perniagaan candu mulai ditata usai perang Diponegoro dengan sistem opium pah atau pajak opium diberlakukan bagi  produsen  maupun pengedar. Menurut Wijanarto, kala itu rata-tata produsen opium dikuasai orang- orang Tiong Hwa yang kemudian menyebar tak hanya di kawasan Pantai Utara Jawa atau Pantura, tapi di Vorstenlanden atau wilayah kerajaan di pedalaman seperti di Yogyakarta dan Surakarta.

“Kala itu kawan-kawan Tiong Hwa banyak jadi pengepul dan produsen,” kata Wijanarto menambahkan.

Namun lewat kebijakan opium regi 1894, sebenarnya hanya sistem monopoli bagi setiap pengadaan dan perniagaan candu. Kebijakan itu diimbangi sistem birokrasi dengan mendirikan kantor khusus berkaitan dengan masalah candu. Tak hanya itu, pemerintah kolonial juga menyiapkan sumber daya manusia petugas khusus mengawasi dan mengendalikan perniagaan dan konsumsi candu yang disebut mantri candu.

“Bagi yang ingin mendapat lisensi penjualan dan pendirian rumah candu harus mendaftarkan di kantor pendapatan candu.  Bahkan saking pentingnya komoditas itu, pemerintah menempatkan candu di bawah dinas pertahanan khusus yang menangani candu, garam dan minuman keras,” kata Wijanarto menjelaskan.

Uniknya lisensi bisnis candu yang dilegalkan sifatnya masih rahasia, yang tahu hanya pemberi lisensi dan para produsen dan pengedar sebagai penerima. Keberadaan opium atau candu pada masyarakat Jawa di era kolonial kala itu dipengaruhi industrialisasi hasil perkebunan  serta transportasi perkotaan modern yang mempengaruhi gaya hidup.

Candu produk komoditas yang disukai  selain masuknya minuman keras. Selain peranakan Tiong Hwa, masyarakat pribumi mengkonsumsi candu juga gaya hidup keplek atau berjudi serta munculnya prostitusi. Hal itu dibuktikan paskacultuurstelsel banyak rumah candu berdiri di kantong-kantong perdagangan industri, seperti  Lasem, Semarang dan Cirebon.

Candu dilegalkan permintaan tinggi akhirnya tak mau jalur formal jalur tmkus harag lebih murah menghindari pajak. Para engepul candu 

Dalam tulisannya Candu tempo doeloe : Pemerintah, pengedar dan pecandu 1860 – 1910, sejarawan James R. Rush menyebut candu menjadi salah satu komoditas penting di masa kolonial abad 19 yang pengawasannya berada di dinas jawatan khusus.

Keberadaan candu diatur mulai sirkulasi, perdagangan, penetapan pajak para konsumen dan produsen bahkan disediakan rumah bagi para pemadat atau pengguna candu. “Di beberapa kota besar di Batavia terdapat pabrik candu yang dipasarkan melalui kantor bea candu,” tulis  Rush.

Penelitian sejarah yang ia lakukan menunjukkan arus perdagangan candu di wilayah pesisir paling banyak memberikan kontribusi pendaatan pemerintah kolonial. Bahkan di Lasem, Kabupaten Rembang Jawa Tengah ada peninggalan rumah candu yang berkaitan dengan proses perdagangan secara illegal menghindari pajak dengan cara diselundupkan dari jalur laut lewat akses sungai ke rumah candu.

Tak hanya kawasan pesisir utara timur Jawa, candi juga banyak memberi keuntungan di wilayah Brebes Tegal hingga Semarang. Keberadaan komoditas candu mematahkan anggapan awam komoditas terbesar era kolonial dari perkebunan tebu, teh dan kopi. Komoditas candu juga menyaingi kapitalisme perkebunan.

Bahkan sama dengan komoditas perdagangan agribisnis era sistem cultuurstelsel maupun liberalisme ketika para pemangku kepentingan dapat hasil tak sedikit dari komoditas opium itu.

Wijanarto mengutip Opium dan Revolusi karya Julianto Ibrahim, menyebutkan candu masih menjadi komoditas illegal untuk mendukung revolusi 1945 yang ditukar amunisi.  Keberadaan bahan baku berupa tanaman opium dibawa melalui kawalan ketat dikirim perairan laut Jawa oleh tantara kemanan rakyat atau TKR kala itu.

“Sampai di Singapura ditukar dengan amunisi. Pelakunya tentara keamanan rakyat atau TKR saat itu perlu biaya revolusi,” kata Wijanarto.

Ia menjelaskan, keberadaan opium sama dengan komoditas lain di kawasan pantai utara Jawa ketika tentara menghegemoni gula dijual untuk tukar logistik amunisi.

 sinpo

Komentar: