Kekerasan di Madrasah dan Ponpes, Ini Catatan KPAI

Laporan: Galuh Ratnatika
Minggu, 11 September 2022 | 08:17 WIB
Ilustrasi kekerasan (SinPo.id/Shutter Stock
Ilustrasi kekerasan (SinPo.id/Shutter Stock

SinPo.id - Menanggapi kekerasan pada anak di sejumlah madrasah dan pondok pesantren (Ponpes), KPAI mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membuat sistem pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan.

Pasalnya, menurut Komisioner KPAI, Retno Listyarti, tindak kekerasan di sejumlah Ponpes yang melibatkan pelaku anak dengan korban sesama anak, terbilang semakin marak dan sadis, hingga menyebabkan kematian.

"Ponpes perlu dipaksa untuk membangun sistem pencegahan, sistem pengaduan dan sistem pengawasan yang benar dan tepat demi melindungi anak-anak," kata Retno melalui keterangan tertulisnya, dikutip Minggu 11 September 2022.

Kasus kekerasan di Ponpes yang dicatat KPAI belum lama ini, terjadi di sebuah Ponpes besar dan tua, dengan santri yang berjumlah ribuan, yaitu Ponpes G di Jawa Timur. 

Menurut informasi yang diperoleh, anak korban sempat menghubungi orang tuanya dan memberitahu akan melakukan perkemahan pesantren. Namun usai kegiatan, anak korban mengalami beserta dua temannya mengalami penganiayaan oleh santri senior.

"Diduga kuat penganiayaan itu berkaitan dengan kegiatan perkemahan, dan dalam penganiayaan yang diduga menggunakan tongkat kayu tersebut, anak korban kemudian tewas," paparnya.

Selain itu, keluarga korban menyakini adanya pukulan pada leher korban karena kepala korban (jenazah) tidak bisa ditegakkan. Sementara dua teman korban lainnya selamat, meski terdapat luka fisiki dan juga psikis setelah melihat kematian temannya sendiri.

Lalu kasus lainnya, KPAI mencatat adanya kekerasan yang terjadi disalah satu Ponpes di Rembang. Kala itu korban dibakar oleh temannya sendiri saat sedang tidur.

"Kasus lain yang mengenaskan misalnya terjadi salah satu Ponpes di Rembang, dimana anak korban dibakar oleh santri senior, korban mengalami 70 persen luka bakar karena korban sedang tidur saat pelaku menyiram pertalite dan menyalakan api," ungkap Retno.

Tak hanya itu, pada Agustus 2022, seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTS), yang berusia 13 tahun juga meninggal dunia akibat dikeroyok sembilan orang teman di sekolahnya, ketika korban hendak shalat di Musala.

"Tiba-tiba korban didatangi rekan-rekannya dan ditangkap, lalu dibanting ke lantai oleh teman-temannya. Kedua tangan korban dipegang dan wajahnya ditutup dengan sajadah, dan tubuhnya kembali ditendang-tendang," terangnya.

Oleh sebab itu, kata Retno, sistem pengawasan Ponpes perlu dievaluasi, karena manajemen Ponpes pada umumnya memanfaatkan santri senior untuk melakukan pengawasan rutin, apalagi ketika jumlah santrinya sudah mencapai ribuan.

"Maka seharusnya tidak semua ditimpakan kepada anak-anak pelaku, pihak Ponpes juga harus ikut bertanggungjawab karena tindakan kekerasan terjadi diduga kuat akibat lemahnya sistem pengawasan Ponpes," tandasnya.sinpo

Komentar: