Hilirisasi Tambang Dorong Jadi Negara Maju, PKS: Ini yang Kita Tunggu

Laporan: Juven Martua Sitompul
Selasa, 27 Desember 2022 | 16:23 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto/ Parlementaria
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto/ Parlementaria

SinPo.id - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto menyebut langkah Presiden Joko Widodo yang menyetop ekspor biji bauksit dan melakukan hilirisasi adalah amanat Undang-Undang (UU) Minerba. Kebijakan ini penting demi menambahkan nilai tambah produk bagi negara.

“Kita tentu sepakat bahwa hilirisasi ini adalah amanat UU Minerba agar terjadi peningkatan nilai tambah produk kita; dan menyetop ekspor adalah baru proses awal saja dari rantai aktivitas hilirisasi,” kata Rofik kepada wartawan, Jakarta, Selasa, 27 Desember 2022.

Peluang Indonesia menjadi negara maju sangat terbuka lebar. Sebab, memiliki komoditas-komoditas hulu yang berguna untuk pengembangan industri hilir di dalam negeri. Komoditas itu antara lain bauksit, nikel, tembaga hingga batu bara.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan telah memanfaatkan peluang itu dengan menyetop aktivitas ekspor bijih bauksit ke luar negeri dimulai pada Juni 2023 sesuai dengan ketentuan dalam UU Tahun 3 tahun 2020 tentang Minerba.

Menurut Rofik, larangan ekspor dan melakukan hilirisasi sangat menguntungkan Indonesia ke depan. Langkah ini bahkan diyakini bisa membuat Indonesia menjadi negara maju sekalipun hingga kini baru ada empat smelter yang disiapkan untuk menyerap hasil bauksit sekitar 14 juta ton.

“Ini sebenarnya yang kita tunggu responsnya dari pemerintah. Karena dari hasil RDPU Komisi VII DPR RI dengan KADIN, diperkirakan baru ada 4 smelter nanti yang akan dapat menyerap sekitar 14 juta ton bauksit,” ucapnya.

Legislator PKS menyatakan sejauh ini baru 14 juta ton bauksit yang diproduksi dari total 48 juta ton. Artinya, kata dia, masih sekitar 34 juta ton yang belum diserap dan ini adalah tugas besar pemerintah untuk menyiapkan perusahan-perusahan dalam negeri untuk mengelolanya.

“Masih ada sekitar 34 juta ton yang belum terserap. Jadi sebenarnya ini yang jadi pertanyaan tentang kesiapan pemerintah dalam menyetop ekspor. Masih ada waktu 6 bulan lagi, apakah bisa semua sisa bauksit itu terserap? Nah ini yang harus kita cermati,” ujarnya.

Rofik menjelaskan sebagai catatan berdasarkan data Kementerian ESDM per tahun 2021, kapasitas input tiga smelter bauksit yang sudah beroperasi hanya dapat menyerap sebesar 4,56 juta ton bauksit, yaitu milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas output 300 ribu CGA (chemical grade alumina), PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output 1 juta SGA (smelter grade alumina), dan PT Inalum dengan kapasitas output 250 ribu aluminium ingot dan billet.  

“Jadi ESDM juga menyampaikan terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan 1 pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA,” kata dia.

Oleh sebab itu, Rofik meminta pemerintah serius mengawal keputusan melakukan hilirisasi terhadap pertambangan Indonesia. Hilirisasi dilakukan agar bangsa Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

“Pemerintah harus mengawal proses hilirisasi ini agar industri smelter lokal mendapatkan kesempatan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Pemerintah harus memfasilitasi, memberikan insentif dan membantu agar pengusaha lokal kita bisa maju,” kata dia.

Politisi asal Jawa Tengah itu meminta BUMN Holding Industri Pertambangan, yakni MIND ID harus menjadi lokomotif dan memberi contoh dengan membangun industri smelter bauksit yang modern dan efisien. 

“Ingat juga bahwa hilirisasi bauksit ini prosesnya panjang, dan pemerintah tidak boleh berhenti di produk alumina saja, tetapi harus ada pengembangan industri lanjutan yang mengolah alumina menjadi aluminium,” kata dia.

“Lalu berikutnya harus ada industri turunan lagi yang menyerap aluminium ini menjadi produk jadi. Semua rantai hilirisasi bauksit ini harus disempurnakan oleh pemerintah agar nilai tambah hilirisasi bauksit ini menjadi maksimal,” timpalnya.

 sinpo

Komentar: