Sejumlah Kementerian Kritisi RPP Kesehatan terkait Iklan Produk Tembakau

Laporan: Sinpo
Kamis, 23 November 2023 | 08:32 WIB
Ilustrasi aturan (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi aturan (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  

Sejumlah Kementerian mengkritisi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan terkait Pengaturan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau yang dinilai merugikan kelangsungan ekosistem pertembakauan dalam negeri. Di antaranya Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Cahyani Suryandari  tak sepakat dengan salah satu isi RPP  yang menyebutkan rokok sebagai produk tembakau sebagai barang illegal dan dilarang masuk iklan.

"Kita bicara soal pengamanan, termasuk bicara tembakau, tidak putus dari putusan MK. Kita punya 6 bahkan, tapi saya mengambil bedarberapa sampel saja dari putusan MK," kata Cahyani di Jakarta, Kamis 23 November 2023.

Cahyani menegaskan, salah satu kesimpulan dari putusan MK tersebut menyatakan tembakau sebagai produk yang legal, yang dapat diatur tapi tidak dilarang. Selain itu, rokok bukan barang ilegal yang dilarang untuk diiklankan, tapi tetap dengan syarat-syarat tertentu.

"Ini saya ambil dari pertimbangan MK, sehingga tidak dapat dilarang untuk diiklankan, walaupun dengan syarat-syarat tertentu," kata Cahyani menambahkan.

Ia menjelaskan, meskipun rokok boleh diiklankan, namun harus ada bentuk pengamanan tertentu. Di antaranya yang ditayangkan harus lebih dari jam 10 malam hingga tidak boleh ditampilkannya produk rokok itu sendiri.

"Artinya kalau diiklankan harus ada jaring-jaring pengamannya," ujar Cahyani menjelaskan.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo yang mengatakan IHT mendapatkan sejumlah tekanan mulai dari kenaikan cukai sejak 2020 hingga pembahasan RPP Kesehatan.

“Sejak 2020 hingga 2022 ini, cukai terus naik dan HJE (harga jual eceran) juga naik,” kata Edy.

Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Menurut Edy, perusahaan rokok awalnya tidak ingin menaikkan harga untuk mempertahankan konsumen. Namun, pada akhirnya industri hasil tembakau terpaksa harus menaikkan harga rokok mengingat margin keuntungan yang semakin menipis.

“Sejak pertengahan tahun ini, IHT secara perlahan naikkan harga rokok, hal ini mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap rokok sehingga pesanan baru semakin turun menjelang akhir tahun ini,” kata Edy.

Menurut dia, penurunan pesanan baru ini juga menyebabkan penurunan produksi. Kondisi tersebut diperberat dengan pembahasan RPP Kesehatan, terutama pada bagian pengamanan zat aditif, yang dinilai berpotensi mematikan IHT.

“Ini membuat beberapa produsen dalam memenuhi permintaan cenderung menghabiskan persediaan yang ada dibanding meningkatkan produksi. Pelaku usaha juga wait and see melihat perkembangan pembahasan RPP ini,” ujar Edy menambahkan.sinpo

Komentar: