Komnas HAM Minta Pemerintah Sediakan Penampungan Tersentral Bagi Pengungsi Rohingnya

Laporan: Khaerul Anam
Sabtu, 30 Desember 2023 | 03:54 WIB
Foto : Etnis Rohingnya /dok. Twitter
Foto : Etnis Rohingnya /dok. Twitter

SinPo.id -  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI meminta pemerintah untuk memastikan ketersediaan lokasi penampungan tersentral bagi pengungsi etnis Rohingya di Provinsi Aceh.

Pernyataan ini setelah Komnas HAM melakukan serangkaian proses pemantauan terkait keberadaan pengungsi luar negeri etnis Rohingya di wilayah Provinsi Aceh dari November sampai Desember 2023.

"Pemerintah perlu memastikan tersedianya lokasi penampungan tersentral terhadap pengungsi Rohingya yang saat ini ada di Aceh," kata Koordinator Sub-Komisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing dalam keterngannya diterima di Jakarta, Jumat, 29 Desember 2023.

Uli mengatakan pemantauan Komnas HAM fokus pada penanganan pengungsi dan dinamika sosial, termasuk penolakan masyarakat terhadap Rohingya, sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu, lokasi penampungan pengungsi etnis Rohingya juga harus memenuhi kriteria, seperti jarak yang tidak terlalu dekat dengan pemukiman masyarakat, aksesibilitas yang terjangkau terkait penyediaan kebutuhan dasar, dan jaminan keamanan.

"Terutama memastikan pemerintah daerah melalui Kementerian Dalam Negeri agar sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi dimaksud sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 125 Tahun 2016," ujarnya.

Dengan pertimbangan kemanusiaan, Komnas HAM juga memberikan beberapa rekomendasi lain, yakni :

1. Pemerintah, bersama UNHCR dan IOM, perlu mengedepankan penanganan etnis Rohingya sesuai dengan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri.

2. Pemerintah dapat memberikan bantuan terhadap penanganan pengungsi Rohingya yang bersumber dari APBN dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal. 

3. Memastikan kepolisian dapat menjamin keamanan terhadap pengungsi Rohingya dalam rangka memberikan perlindungan, mencegah terjadinya benturan dengan masyarakat serta mencegah upaya melarikan diri atau praktik penyelundupan pengungsi. 

4. Memberikan arahan kepada Polri agar memperkuat penegakan hukum dan bekerjasama dengan otoritas keamanan di ASEAN serta Interpol untuk memberantas sindikat dan memutus mata rantai penyelundupan manusia terutama terhadap pengungsi Rohingya. 

5. Memastikan Kementerian Hukum dan HAM melaksanakan fungsi keimigrasian dalam penanganan pengungsi secara maksimal sesuai mandat dan kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan Perpres 125 tahun 2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri.

6. Mendorong pemerintah daerah dan aparat keamanan untuk pro aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pemerintah akan bertanggung jawab terhadap penanganan pengungsi serta menjamin keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.

7. Mendorong Kementerian Luar Negeri agar mengambil langkah-langkah diplomasi dan  intervensi secara lebih maksimal terutama melalui forum-forum bilateral, regional maupun multilateral terkhusus forum-forum PBB dalam rangka penuntasan konflik di Myanmar, terutama terkait pengakuan kewarganegaraan dan pemulihan status nasional terhadap etnis Rohingya. 

8. Mendorong Kementerian Luar Negeri mengambil langkah-langkah diplomatis melalui Komisariat Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dalam rangka memastikan negaranegara pihak Konvensi Pengungsi 1951 agar berperan aktif mengambil tanggung jawab dan komitmen secara lebih untuk menerima dan menampung pengungsi internasional terutama etnis Rohingya. 

9. Memastikan tersedianya opsi-opsi terbaik selama proses penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia. Mengingat opsi mengembalikan ke negara asal tidak dapat dilakukan jika para pengungsi Rohingnya berpotensi berada dalam ancaman persekusi, penyiksaan, perlakuan dan hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan. Hal ini sesuai dengan prinsip non-refoulement yang tercantum dalam Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia. 

10. Melakukan upaya-upaya pencegahan melalui Kementerian Dalam Negeri dan institusi Polri guna menghindari keterlibatan (pemanfaatan) Warga Negera Indonesia (terutama warga lokal di Aceh) sebagai perpanjangan tangan jaringan penyelundupan manusia maupun jaringan perdagangan orangsinpo

Komentar: