Hampir Legalkan Seks Bebas, IKADI Dan MOI Tolak Permendikbud Kekerasan Seksual

Laporan: Ari Harahap
Rabu, 03 November 2021 | 16:37 WIB
Sekjen Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Dr Ahmad Kusyairi Suhail/Net
Sekjen Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Dr Ahmad Kusyairi Suhail/Net

SinPo.id -  Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, menuai kritikan tajam dari Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) beserta 12 ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI). Aturan itu dinilai berbahaya karena berpotensi melegalkan seks bebas di kampus.  

Sekjen Ikadi, Ahmad Kusyairi Suhail menilai peraturan ini telah banyak mengadopsi draft Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Sesksual (RUU-P-KS) yang telah ditolak masyarakat luas di DPR Periode 2014-2019.

Kusyairi menilai Permendikbudristek ini sangat berbahaya karena standar benar dan salah aktivitas seksual bukan lagi nilai agama melainkan persetujuan dari para pihak.

"Selama tidak ada pemaksaan, telah berusia dewasa dan ada persetujuan dari para pihak, maka aktivitas seksual itu menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah. Bukankah ini berarti membuka seks bebas?," tegas Kusyairi.

Dia berharap Mendikbudristek Nadiem Makarim dapat segera mencabut Permendikbudristek no 30 tahun 2021 ini dan mengganti dengan yang sesuai terhadap Pancasila dan norma masyarakat Indonesia.

"Semoga Bapak Menteri mendengar suara masyarakat dan segera mencabut Permendikbud ini dan mengganti dengan Permendikbud yang sesuai dengan Pancasila dan norma masyarakat Indonesia," tuturnya.

Sementara itu, Ketua MOI, Nazar Haris menilai bahwa Permendikbudristek tersebut secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinahan dan dengan demikian akan mengubah dan merusak standar nilai moral mahasiswa di kampus .”Yang semestinya perzinahan itu kejahatan malah kemudian dibiarkan," ucap Nazar Haris, dalam rilisnya, Senin (2/11).

Menurut Nazar Haris, di antara poin yang dikritisi dan ditolak oleh MOI antara lain terkait paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) yang memandang bahwa standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual bukan nilai agama, tapi persetujuan dari para pihak, selama tidak ada pemaksaan, telah berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktivitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah.

"Permendikubud ini juga menurut MOI berpotensi memfasilitasi perbuatan zina dan perilaku penyimpangan seksual LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender)," ujarnya.

Dalam rilis berisi 12 poin sikap MOI itu, disebutkan 13 anggota MOI, yaitu Persatuan Umat Islam (PUI), Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Syarikat islam (SI), Mathla’ul Anwar, Al Ittihadiyah, Al Washliyah, Persatuan Islam (PERSIS), Wahdah Islamiyah, Al Irsyad Al Islamiyah, Hidayatullah, Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).sinpo

Komentar: