Kelar Kalian Buronan! Indonesia-Singapura Resmi Teken Perjanjian Ekstradisi

Laporan: Samsudin
Selasa, 25 Januari 2022 | 19:06 WIB
 Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly telah menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1)/Dok/Kemenkumham
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly telah menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1)/Dok/Kemenkumham

SinPo.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi antara pemerintahan Indonesia dengan Singapura. Kini, warga Indonesia yang terjerat kasus korupsi, narkoba, dan terorisme tidak bisa sembunyi lagi di Singapura maupun Indonesia.

"Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua Negara," kata Yasonna melalui keterangan tertulis, Selasa (25/1).

Yasonna menyebutkan bahwa perjanjian ekstradisi kedua negara itu memiliki masa retroaktif yang berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya atau selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut, ujar dia, sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ujar Yasonna.

Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis, di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

"Hal ini untuk mencegah privilege yang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya," ujar Yasonna.

Yasonna mengatakan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura sudah ada sejak 1998. Namun, pihak-pihak yang bisa diekstradisi oleh pemerintah Singapura tidak bisa mengikuti perkembangan zaman.

Perjanjian baru ini membuat pemerintah Singapura mengekstradisi orang Indonesia yang terlibat masalah hukum sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan begitu, masalah pencarian pelaku korupsi, terorisme, dan narkotika di Singapura bisa lebih mudah.

"Indonesia juga berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati perjanjian ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk, dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan," tutur Yasonna.
 
Yasonna yakin langkah ini membuat pelaku tindak pidana bergidik. Proses persidangan diyakini bisa makin cepat.

"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," ucap Yasonna.sinpo

Komentar: