Pengamat Ingatkan Ormas Islam Jangan Terjebak Pada Tipu Daya Elit di Pemilu 2024

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 27 Juli 2022 | 05:16 WIB
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno. Foto: Istimewa
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno. Foto: Istimewa

SinPo.id - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengingatkan pada para pemimpin organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam dan sejenisnya untuk belajar dari sejarah. Jangan sampai, massa ormas hanya dijadikan alat politik oleh para elit yang tidak bertanggungjawab.  

“Pesan saya, misalnya dalam beberapa diskusi dengan Ustaz Azis Yanuar, saya selalu mengatakan hati-hati berpolitik mengorbankan segala-galanya. Para ulama, kiai, masyayikh, habaib, Ormas-ormas Islam, ketika menjadi partisan politik elektoral tertentu,” kata Adi Prayitno saat menjadi narasumber dalam serial diskusi Teras Politik (Terpol) Kang Kiflan bertajuk “Dinamika Politik Setelah HRS Bebas” pada Selasa 26 Juli 2022.

Adi Prayitno menjelaskan, logika Ormas, kiai, ustaz, itu berbeda dengan logika partai politik dan pihak-pihak yang terlibat dalam kontestasi lima tahunan.

Politik itu, menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), ujung-ujungnya cuma satu, kekuasaan, menang jabatan politik, dan power. Sementara, ormas ini berada di “ruang-ruang yang suci” yang bicara tentang amar ma'ruf nahi munkar, yang itu merupakan sesuatu yang normatif yang ada di langit.

“Makanya, ketika ada issue tentang amar ma'ruf nahi munkar yang menjadi trigger perjuangan teman-teman eks FPI, ataupun HRS misalnya, itu kan niatnya bagaimana nilai-nilai keagamaan itu bisa dipraktekkan dalam kehidupan kebangsaan dan negara, dalam konteks itu tidak ada perdebatan apapun,” tutur Adi Prayitno.

Akan tetapi, sambung Adi Prayitno, bagi partai politik, istilah amar ma'ruf nahi munkar itu bisa ditaksirkan “begitu banyak" dalam hal ini adalah sebagai cara untuk memenangkan pertarungan.

“Ini yang saya sebut bahwa kadang naif melihat Ormas-ormas Islam keagamaan itu. Seringkali hanya menjadi “kuda tunggangan politik” kalau jelang Pemilu,” tukas Adi Prayitno.

Adi menuturkan, hal itu terbukti  ketika HRS harus berhadapan dengan kasus hukum, kemudian FPI dibubarkan, tidak ada satupun dari para elite politik yang pada Pilpres 2019 lalu itu “pasang badan” atau membela HRS yang dipenjara

 sinpo

Komentar: