Wacana Jokowi Tiga Periode Kembali Muncul, Mas Jati Ingatkan Komitmen Terhadap Reformasi

Laporan: Tri Bowo Santoso
Rabu, 31 Agustus 2022 | 12:53 WIB
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI), Raharja Waluya Jati
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI), Raharja Waluya Jati

SinPo.id - Musyawarah Rakyat (Musra) yang digelar oleh 17 kelompok relawan Pro-Jokowi di Bandung pada Minggu, 28 Agustus 2022 menjadi antiklimaks. Pasalnya, semua elemen relawan sepakat mendukung Presiden Joko Widodo melanjutkan masa jabatan hingga tiga periode.

Ketua Umum relawan Pro Jokowi (ProJo), Budi Arie Setiadi, mengatakan, rangkaian acara yang sedianya memiliki agenda utama pejaringan nama Calon Presiden (capres) untuk diserahkan kepada Presiden Jokowi pada tahun depan tak perlu dilanjutkan lagi. Para peserta Musra sudah mencapai sebuah kesimpulan, yakni, mendukung Jokowi di periode ketiga.

Presiden Jokowi sendiri tak mempersoalkan adanya wacana tiga periode, yang disebutnya sebagai bagian dari demokrasi. Jokowi menyetarakan wacana penambahan masa jabatan Presiden hingga tiga periode dengan wacana ‘ganti presiden’ yang pernah marak beberapa tahun lalu.

“Ini katanya negara demokrasi? Itu kan tataran wacana, enggak apa-apa, yang penting saya ingatkan dalam menyampaikan aspirasi  jangan anarkis,” tutur Jokowi di Bandung.

Drama pengusulan agar Jokowi menjabat untuk periode ketiga itu ditentang aktivis pro-demokrasi era 90-an, Raharja Waluya Jati. Menurutnya, hal itu taksejalan dengan agenda reformasi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) itu mengungkapkan, salah satu tuntutan inti dari gerakan reformasi adalah pembatasan kekuasaan yang berpotensi eksesif. Khususnya yang berkaitan dengan masa jabatan Presiden.

“Saya ingin bertanya kepada teman-teman yang ada di partai politik, kelompok relawan politik, maupun kelompok masyarakat sipil. Apakah kita masih ingin meneruskan cita-cita reformasi, ataukah kita ingin mereformasi reformasi?” tanya pria yang karib disapa Mas Jati itu, melalui keterangannya, Rabu, 31 Agustus 2022.

Salah satu pimpinan Partai Rakyat Demokratik (PRD) di era rezin otoriter Soeharto itu berpendapat, kelenturan dalam pengaturan masa jabatan presiden justru bertentangan dengan keinginan publik untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan memperbaiki tata kelola negara.

Selama ini, kata Mas Jati, praktik demokrasi yang berkualitas diyakini lebih memberikan dampak positif pada kehidupan masyarakat dan pencapaian kesejahteraan umum.

“Menkopolkam Mahfud MD baru-baru ini menyatakan bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Apakah kalangan aktivis politik dan kelompok masyarakat sipil membiarkan bahkan ikut mendorong praktek demokrasi kita semakin mundur?" sambung salah satu korban penghilangan paksa oleh negara pada pertengahan '90-an itu.

Di samping mengkritik wacana "Jokowi 3 periode" yang dianggap bertentangan dengan cita-cita reformasi, Jati juga menolak penyetaraan wacana penambahan masa jabatan Presiden dengan wacana "ganti Presiden".

Sebab, dua wacana itu dianggap memiliki kedudukan yang berbeda di mata konstitusi.

“Usulan ‘Jokowi 3 periode’ tidak konstitusional. Sementara usulan ‘ganti Presiden’ itu konstitusional. Karena penggantian Presiden diatur konstitusi. Namun, meskipun konstitusional, pengusung wacana beberapa tahun lalu tetap mendapatkan intimidasi dan represi,” tandas Raharja Waluya Jati. 

 sinpo

Komentar: