Kultur Hedonis Anggota Polri Sudah Ada Sejak Orde Baru

Laporan: Tri Bowo Santoso
Selasa, 06 September 2022 | 23:56 WIB
Brigjen Pol. Andi Rian kenakan kemeja mewah yang diperkirakan harganya lebih dari Rp5 Juta dan cincin berlian Royale Blue Shafire sertifikat GRS Dublin yang ditaksir seharga Rp 1,2 Miliar.
Brigjen Pol. Andi Rian kenakan kemeja mewah yang diperkirakan harganya lebih dari Rp5 Juta dan cincin berlian Royale Blue Shafire sertifikat GRS Dublin yang ditaksir seharga Rp 1,2 Miliar.

SinPo.id - Salah satu upaya mengubah budaya (kultur) hedonis di kalangan anggota Polri, yakni, disiplin melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Salah satunya dengan disiplin melaporkan LHKP bagi seluruh pejabat maupun calon pejabat polisi," ujar Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto dilansir Antara, Selasa, 6 September 2022.

Menurut Bambang, kultur hedonis di kalangan anggota Polri sudah ada sejak Orde Baru, diperparah setelah Polri keluar dari ABRI, yakni, setelah Reformasi 1998 dan setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri terbit. 

"Peraturan ini memberikan kewenangan besar, anggaran besar tetapi minim pengawasan. Akibatnya seolah muncul euforia setelah 32 tahun menjadi adik bungsu dalam struktur ABRI," kata Bambang.

Terkait dengan penampilan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi dengan mengenakan kemeja bermerk ternama yang diperkirakan harganya lebih dari Rp1 juta, Bambang berpendapat, edaran Kapolri Jenderal Pol. Idham Aziz tahun 2019 terkait larangan bergaya hidup mewah hanya dianggap aturan di atas kertas.

Menurut dia, imbauan tersebut tanpa ada petunjuk pelaksanaan (juklak) yang jelas, terkesan menjadi sebuah pencitraan, karena faktanya gaya hidup mewah masih terus berlangsung.

"Ukuran mewah bagi setiap orang tentu berbeda-beda. Mengapa seseorang perwira tinggi bisa menggunakan barang mahal tentu tak lepas dari pendapatan," imbuh Bambang.

Ia mengatakan pendapatan seorang aparat polisi hanya berasal dari gaji dan tunjangan saja atau dari yang lainnya. Hal ini tidak bisa dijadikan justifikasi adanya pelanggaran yang dilakukan karena bisa jadi anggota polisi itu mempunyai pendapat sah lain di luar penghasilan resmi sebagai aparat, misalnya, dari warisan atau bisnis keluarga.

"Bisa juga kalau bukan berasal dari pembelian dengan penghasilan yang sah, bagi pejabat publik tentu ada kemungkinan gratifikasi," ujarnya.

Bambang menekankan hal penting dari edaran larangan bergaya hidup mewah dan lebih subtansi adalah kewajiban LHKPN bagi personel yang menjalankan assesment sebelum mendapatkan promosi jabatan tertentu. Reformasi kultural di tubuh Polri bukan hanya mengubah kultur militeristik saja, tetapi mengubah kultur hedonis.

"Selain kewajiban lapor LHKPN, upaya lainnya dengan membuat sistem pengawasan yang baik," tutur Bambang.

Bambang juga mengingatkan publik ada hal penting dari penampilan Brigjen Pol. Andi Rian yang jadi sorotan, yakni penuntasan “Kasus Sambo” dan turunannya.

"Kultur hedonis itu tak bisa diselesaikan hanya dalam 1-2 bulan ke depan. Edaran menjauhi gaya hidup mewah itu sudah berulang kali dan bertahun-tahun, tapi faktanya masih juga hedonis. Dan yang berpenampilan mahal itu bukan hanya Dirpidum saja, tapi banyak," tegasnya.

Ditemui terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan sudah banyak imbauan dan arahan bagi anggota Polri untuk hidup sederhana.

Dedi mengamini penampilan busana Brigjen Andi Rian tidak mencerminkan hidup sederhana, hal itu pun ditindaklanjuti oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divisi Propam) Polri.

"Sudah 'ditinjut' (tindaklanjuti) oleh propam, untuk seorang anggota Polri harus mencerminkan sederhana dan proporsional," kata Dedi.
 

 sinpo

Komentar: