Korupsi Helikopter AW-101, KPK Minta Eks KSAU Hadiri Panggilan Kedua

Laporan: Khaerul Anam
Senin, 12 September 2022 | 19:42 WIB
Ilustrasi gedung KPK (SinPo.id)
Ilustrasi gedung KPK (SinPo.id)

SinPo.id -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melayangkan panggilan kedua terhadap mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna dan Marsekal Muda (Purn) TNI Supriyanto Basuki terkait perkara korupsi Pengadaan Helikopter angkut AW-101 tahun 2016-2017.

Keduanya sempat mangkir dari pemeriksaan penyidik lembaga antirsuah saat dipanggil sebagai saksi untuk Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh (IKS) yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami segera kirimkan surat panggilan kedua untuk saksi dimaksud," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin 12 September 2022.

Ali berharap, keduanya dapat kooperatif hadir memenuhi panggilan KPK sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum.

"Silahkan nanti jelaskan di hadapan tim penyidik jika merasa tidak dapat diperiksa atau tidak sesuai ketentuan UU," ujar Ali.

Sebelumnya, dua purnawirawan TNI tersebut mangkir dari panggilan penyidik KPK dalam pemeriksaannya sebagai saksi terkait kasus korupsi pengadaan Helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017.

KPK mengagendakan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna dan Marsekal Muda (Purn) TNI Supriyanto Basuki untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis 8 September 2022, lalu.

Sebelumnya dalam kasus tersebut, KPK menetapkan Irfan Kurnia Saleh (IKS) sebagai tersangka. Irfan merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan Pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG) yang memenangkan proyek pengadaan helikopter AW-101.

Dalam konstruksi perkara, tersangka Irfan Kurniawan diduga menyiapkan dan mengkondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang pesawat heli AW-101 dan disetujui oleh PPK.

Untuk proses pembayaran yang diterima tersangka Irfan Kurniawan diduga telah 100 persen dimana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak diantaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

Perbuatan tersangka Irfan Kurniawan dimaksud diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Akibat perbuatan Irfan Kurniawan, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp224 Miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 Miliar.

 sinpo

Komentar: