Kang Kus Bicara Soal Guru di Indonesia

Oleh: Redaksi
Senin, 08 Januari 2018 | 13:37 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Siapa tak melihat dedikasi nyata dari seorang guru di zaman seperti saat ini. Berkatnya, fundamental generasi penerus selalu terbentuk.

Akan tetapi kesejahteraan guru masih berbanding terbalik dengan apa yang sudah dilakukannya. Masih banyak guru-guru yang berkutat dengan kesulitan hidup.

Maka tak jarang, banyak orang yang menjadikan profesi guru sebagai profesi loncatan atau terminal terakhir setelah kegagalan mencari profesi lain.

"Jika sudah begini, bagaimana mungkin guru bisa mengajarkan sesuatu yang benar secara nurani dan bermoral dari segi prilaku, sedangkan pola paradigma kehidupannya sudah tidak berangkat dari jalur yang benar," terang anggota Komisi VIII DPR RI, Kuswiyanto dalam keterangannya.

Belum lagi berbicara tentang kesejahteraan dan peningkatan kualitas guru, yang dalam pandangan Kang Kus, sapaan akrab Kuswiyanto, memang masih kurang memperoleh perhatian secara optimal dari pemerintah.

Hal ini dapat dilihat dari anggaran yang digelontorkan oleh negara, yang dialokasikan untuk guru di tiap tahunnya masih jauh dari kata layak, apalagi ideal. 

"Target 20 persen anggaran negara untuk pendidikan belum bisa terpenuhi. Selain itu program sertifikasi guru yang dicetuskan untuk meningkatkan profesionalitas dan mendongkrak kesejahteraan pendidikan juga belum terbukti secara merata," tambah Kang Kus.

Itulah potret pendidikan dan guru yang sering mendapat perhatian dan kritik tajam dari Kang Kus. Dalam sejumlah rapat dengar pendapat Komisi VIII dengan Kementerian Agama atau Kementerian Pendidikan, Kang Kus terus berjuang menyuarakan hak-hak guru, pemotongan anggaran dan sarana pembangunan gedung yang belum merata.

Tak lupa pria kelahiran Ponorogo, 53 tahun silam itu berpesan, jika seorang guru senantiasa memiliki spririt kuat untuk meningkatkan kualitas pribadi maupun sosialnya, maka keberhasilan dalam menjalankan tugas akan lebih cepat tercapai, yaitu mampu melahirkan siswa-siswi yang memiliki budi pekerti luhur, memiliki karakter sosial dan profesional sebagaimana yang menjadi tujuan fundamental dan pendidikan.

"Guru seyogyanya mampu mengetahui dan memahami karakter, bakat dan minat masing-masing siswa," ujar lulusan Universitas Muhammadiyah, Surabaya tersebut.

Tentu bukan tanpa alasan ia meminta profesi guru harus benar-benar diperhatikan oleh Pemerintah. Kang Kus tahu persis bagaimana kehidupan menjadi seorangg guru.

Adapun Kang Kus sendiri memang memiliki latar belakang pendidikan guru, sehingga dalam kehidupannya ia seringkali berinteraksi dengan teman-teman seprofesinya dulu. 

Sebagai seorang pendidik, Kang Kus bukan hanya memiliki prestasi akademik yang memuaskan, tapi juga dipercaya menempati sejumlah posisi penting di organisasi. Ini menyiratkan kemampuannya dalam memanage waktu; antara aktivitas akademik dan  organisasi. Pada saat yang bersamaan ia telah mampu membuktikan integritasnya sebagai seorang intelektual-aktivis yang produktif.

Perhatian dan keprihatinan Kang Kus terhadap dunia pendidikan begitu tinggi. Selama ini, menurutnya, dunia pendidikan dipandang sebelah mata dan tidak diperlakukan sebagaimana mestinya.

"Bahkan, yang paling ironi adalah adanya kenyataan menyedihkan bahwa dunia pendidikan sudah menjadi budaya permainan politik," ungkapnya.

Menurutnya, berbagai intervensi dan hegemoni politik terhadap dunia pendidikan selama ini terus berlangsung, dan bahkan dunia pendidikan menjadi komoditas politik demi kepentingan para elite politik.

Di sisi lain, Kang Kus amat sangat menyayangkan karena pendidikan hanya berfungsi sebagai mesin yang bergerak mekanis. Akibatnya, dunia pendidikan menjadi dunia yang kaku dan hanya melahirkan manusia-manusia robot yang tidak berbudaya, bermoral dan hanya mementingkan nilai-nilai kuantitas belaka tanpa memperhatikan kualitas moral yang menjadi sasaran utama pendidikan untuk membentuk manusia cerdas lahir dan batin sehingga dapat membentuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat, maju dan berperadaban.

Oleh sebab itu, sarana pendidikan seharusnya menjadi tempat kita belajar bagaimana menemukan karakter dan kemampuan diri kita. Bukan malah menjadi tempat pencucian otak yang menggiring kita untuk masuk ke dalam sebuah kepentingan orang atau sebuah kelompok lain.sinpo

Komentar: