Ragam Ramadhan

Takjil Pemersatu Toleransi keIndonesiaan

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 30 Maret 2024 | 07:00 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)

Makanan khas berbuka puasa itu banyak digemari oleh masyarakat non Islam di Indonesia. Fenomena non Islam atau sedang ramai menjadi konten di media sosial ”Nonis Berburu Takjil”menampilkan budaya toleransi pemersatu dalam keberagaman masyrakat Indonesia.

SinPo.id -  TikToker @laskar terlihat bahagia dalam unggahan video yang mengambarkan keseruan belanja Takjil saat sore menjelang buka puasa. Laskar yang non muslim atau sedang ramai istilah Nonis atau kepanjangan Non Islam memamerkan meriahnya toleransi dalam keberagaman.  

"Di mana-mana lagi rame banget war takjil antara yang puasa sama non Islam. Dan sumpah enggak tahu kenapa tren war takjil ini benar-benar bikin hati adem dan ngerasa deket aja satu sama lain,” ujar TikToker @laskar___ dalam video yang diunggah.

Pengalaman Laskar yang berkeyakinan non Islam disampaikan saat membuat konten. Laskar bekerja di lingkungan warga muslim bersama kawan-kawanya ikut berburu takjil. “Mereka bener-bener paling terdepan," Laskar merujuk kawan-kawanya sesama Nonis.

Pemburuan takjil  menjadi  trending di  berbagai platform media sosial, banyak umat non Muslim yang ternyata juga merasa gembira dengan kehadiran bulan Ramadhan. Mereka ikut memborong takjil, juga membantu perekonomian usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang hadir menjajakan takjil setiap memasuki bulan suci Ramadhan.

Sosiolog dari Universitas Paramadina, Septa Dinata, menilai fenomena berburu takjil atau war takjil oleh kalangan Nonis di bulan puasa membuktikan kehidupan umat beragama di Indonesia semakin cair tidak lagi tegang.  Fenomena itu juga menunjukkan kehidupan dan hubungan antar umat beragama yang lebih matang.

"(Fenomena war takjil) Ini membuat relasi antar penganut agama semakin cair," kata Septa kepada SinPo.id.

Menurut Sapta, hadirnya Takjil mempererat umat beragama di Indonesia yang semakin menyadari sisi universal selain perbedaan-perbedaan yang dimiliki.  "Kesadaran akan irisan-irisan universal ini membuat relasi antar penganut agama semakin cair," ujar Septa menjelaskan.

Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Prof Bagong Suyanto, menilai fenomena perburuan takjil lintas agama atau war takjil merupakan bukti tali persaudaraan, kerukunan dan persatuan masyarakat Indonesia masih terikat dengan baik.

"Saya melihat fenomena ini sebagai bentuk tindakan yang rukun antar umat beragama," kata Bagong.

Bagong menyebut para pemburu takjil yang tidak hanya datang dari umat muslim, tapi juga non-Islam. Menurut  Bagong, masyarakat Muslim yang membeli takjil kebanyakan untuk konsumsi pribadi berbuka puasa. Namun masyarakat non-Muslim beli takjil ada yang dibagikan kepada umat Muslim yang menjalankan puasa. Hal itu sebagai tren keharmonisan mengandung pesan moral saling menghormati meski memeluk agama yang berbeda.

"Saya rasa ini tren yang baik, supaya memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa meski berbeda agama tetap harus saling menghormati satu sama lain,"ujar Bagong menjelaskan.

Bagong berharap tren positif seperti itu bisa terus berlanjut. Apalagi, kondisi masyarakat Indonesia yang beragam, sehingga sikap yang toleran perlu terbangun dengan baik. "Di masyarakat multipluralis seperti Indonesia harus dibangun sikap yang toleran," katanya.

Budaya Lama Merajut Tali Persaudaraan Antar Umat

Rohaniawan Katolik Antonius Benny Susetyo atau akrab disapa Romo Benny, menilai fenomena berburu takjil atau war takjil menjelang berbuka puasa merupakan perwujudan persaudaraan masyarakat Indonesia yang sudah tumbuh sejak ratusan tahun. Takjil hadir sebagai potret kegiatan keagamaan menjadi kegembiraan bagi setiap umat beragama di Indonesia.  

"Ini bentuk dari perwujudan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Di mana masing-masing umat beragama saling menghargai perbedaan, menerima perbedaan, tetapi juga disitu mewujudkan keberbedaan lewat solidaritas kesetiakawanan dan kebersamaan," kata Romo Benny saat dihubungi SinPo.id.

Menurut  Benny, peristiwa persaudaraan yang berbeda keyakinan dalam menyambut bulan puasa adalah ekspresi dari nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan sebagai bangsa dan negara. Nilai-nilai gotong royong merupakan ciri khas bangsa Indonesia yang dampak positifnya ialah terciptanya kerukunan, meskipun Indonesia terdiri dari 714 suku, bangsa, dan juga keyakinan yang berbeda.

Ekspresi membeli dan menikmati takjil bentuk perwujudan dari nilai gotong royong yang tumbuh di dalam masyarakat.

“Menjadi cara berpikir, bertindak, bergenerasi warga negara Indonesia. Inilah sebagai wujud persaudaraan sejati yang menjadikan aktualisi dari nilai-nilai Pancasila dalam tindakan,"  kata Romo Benny menjelaskan.

Romo Benny berharap fenomena keceriaan ini terus tumbuh bergenerasi setiap warga negara Indonesia. Karena, keragaman  kemajemukan di Indonesia sudah ada sejak sejarah klasik era Majapahit dengan Bhineka Tunggal Ika.

“Dan sekarang adalah bagaimana kita menjaga merawat keragaman, kemajemukan itu menjadi habitualisasi bangsa,” katanya.

Berkah Ekonomi Bagi UMKM

Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF Eisha M. Rachbini menilai, fenomena berburu takjil atau war takjil yang ramai diperbincangan di media sosial, memberi keuntungan besar bagi pelaku UMKM musiman. Takjil potensi ekonomi besar untuk berkembang di moment puasa Ramadhan.

"Dari yang viral-viral war takjil ini, kita udah lihat ya, ada potensi kenaikan (penjualan) atau festivity dari UMKM yang bisa diraup atau diambil potensinya oleh UMKM," kata Eisha saat diskusi bertajuk "Dinamika Lebaran dan Arah Ekonomi Prabowo-Gibran".

Menurut Eisha, Ramadhan dan lebaran telah menjadi perayaan keagamaan tahunan terbesar yang menjadi berkah bagi UMKM. Berbagai unggahan Sosmed soal war takjil yang dilakukan oleh Nonis maupun warga muslim di tanah air menambah keuntungan tersendiri bagi penjual takjil.

"Memang benar sebenarnya saat Ramadhan dan Lebaran itu potensi yang sangat besar untuk UMKM berkembang. Dengan sifatnya seasonal atau musiman itulah sebenarnya ini yang bisa meningkatkan penjualan," ujar Eisha menambahkan.

Berdasarkan beberapa survei yang dilakukan sejumlah lembaga terlihat penjualan atau transaksi UMKM terus meningkat di masa Ramadan 2024 dari Maret hingga April.

Wakil Ketua Komite III DPD RI, Abdul Hakim menilai fenomena nonmuslim berburu takjil atau war takjil menjelang berbuka puasa justru meningkatkan daya jual pelaku UMKM di Indonesia. Hakim menyarankan tradisi tersebut digiatkan lagi.

"No problem. Bagus, UMKM semakin laku. Dorong ekonomi rakyat lebih baik," kata Abdul Hakim.

Ia juga meminta para pemburu Takjil dari kalangan nonmuslim harus diberi ruang, karena tren seperti itu sangat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi rakyat. Sedangkan fenomena Nonis pemburu takjil bagian dari berkah Ramadhan terhadap para pedangan lainnya.

"Ini berkah Ramadhan. Saling bahu-membahu, raih barakah Ramadan," katanya. (*)

 sinpo

Komentar: