Mengerikan! Setiap 3 Hari, 1 Perempuan Di Prancis Tewas Dibunuh Pasangan

Laporan: Samsudin
Minggu, 21 November 2021 | 10:19 WIB
Ribuan pengunjuk rasa di Pransis padati berbagai jalan di negara tersebut/AP
Ribuan pengunjuk rasa di Pransis padati berbagai jalan di negara tersebut/AP

SinPo.id - Puluhan ribu pengunjuk rasa perempuan di Prancis kembali turun ke sejumlah jalan di seluruh Prancis, menuntut adanya tindakan nyata dari pemerintah untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan di negara tersebut.

Pasalnya, kaum perempuan kerap menjadi sasaran kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun pelecehan seksual lainnya. Bahkan tahun ini saja menurut sejumlah aktivis di negara itu, tercatat ada 101 perempuan tewas yang dibunuh oleh pasangannya atau mantan pasangannya.

Jika diperinci, 1 perempuan di negara menjadi korban pembunuhan setiap 3 hari. Data lainya menunjukan, lebih dari 220.000 perempuan menderita pelecehan fisik atau seksual oleh pasangan mereka setiap tahun, menurut sebuah studi nasional 2017.

Sementara itu, unjuk rasa yang dilakukan pada Sabtu (20/11) itu menuntut lebih banyak tindakan pemerintah untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan.

Para pengunjuk rasa berbaris di ibu kota sembari membentangkan spanduk besar bertuliskan, "Hentikan kekerasan seksis dan seksual."

“Kalian selalu menyalahkan perempuan,” kata demonstran Paris Ghislaine Gireire-Revalier, mengungkapkan simpati kepada perempuan yang terjebak dalam situasi kekerasan dalam rumah tangga.

“Yang kita lupakan adalah fenomena berada dalam genggaman seseorang… sedikit demi sedikit seperti laba-laba yang mengelilingi Anda dalam jaringnya.”

 

Aktivis mendesak pemerintah Presiden Emmanuel Macron untuk meningkatkan anggaran senilai 1 miliar euro ($ 1,1 miliar) setiap tahun untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan, alih-alih 360 juta euro ($ 406 juta) seperti yang anggarkan tahun ini.

Salah seorang demonstran Meryll Le Goff mengatakan "harus ada tindakan pencegahan seperti menyediakan telepon darurat atau tombol telp darurat yang langsung memperingatkan polisi akan situasi bahaya yang mengancam perempuan,”.

Diketahui, tercatat lebih dari 2.500 telepon semacam itu dikerahkan di negara itu pada September, kata Kementerian Kehakiman.

“Tapi tidak cukup untuk semua orang,” kata Le Goff.

“Langkah setengah hati terhadap pria yang ditahan sementara atau bahkan dipenjara tetapi akhirnya dibebaskan tanpa tindakan apa pun yang mengikuti … itulah masalahnya.”

Protes tersebut merupakan bagian dari aksi global selama seminggu yang menandai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.sinpo

Komentar: