Komnas HAM Soroti Penerapan Hukuman Mati di RKUHP

Laporan: Sinpo
Senin, 05 Desember 2022 | 21:00 WIB
konpers Komnas HAM terkait RKUHP / dok Komnas HAM
konpers Komnas HAM terkait RKUHP / dok Komnas HAM

SinPo.id -  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru yang masih memuat atau memasukkan pidana hukuman mati. Komnas HAM menilai hukuman mati sebagai pidana alternatif yang tertuang dalam Pasal 67 dan 98 di RKUHP versi 30 November 2022 bertentangan dengan Pasal 28 (A) UUD 1945, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"RKUHP masih mencantumkan hukuman mati sebagai bentuk pemidanaan alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah tindak pidana," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah di kantornya, Senin, 5 Desember 2022.

Anis mengatakan hal tersebut juga dinilai bertentangan dengan Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik di mana hak atas hidup adalah hak asasi yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apa pun (non derogable right). Meski demikian terkait hukuman pidana mati, Komnas HAM memberikan catatan kemajuan dalam RKUHP dimana hukuman mati tidak lagi menjadi hukuman pokok, namun pidana yang bersifat khusus untuk pidana tertentu.

"Termasuk pula memasukkan pengaturan masa percobaan 10 tahun untuk mengubah putusan hukuman mati," ujarnya.

Selain hukuman mati, di dalam RKUHP terbaru diatur juga terkait Genosida dan Kejahatan kemanusiaan. Dengan dimasukannya Genosida dan Kejahatan kemanusiaan ke dalam RKUHP dikhawatirkan dapat melemahkan bobot kejahatan tindak pidana tersebut. Anis khawatir peraturan tersebut dapat berkonsekuensi mengubah kejahatan luar biasa menjadi kejahatan biasa. Kemudian akan mengaburkan sifat khusus yang ada dalam kejahatan tersebut dan dapat berpotensi menimbulkan kesulitan dalam melakukan penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif.

"Ketidakjelasan atau ketidakpastian hukum dengan instrumen hukum lain yang memuat ketentuan pidana di luar KUHP; serta Memiliki potensi celah hukum," ucapnya.

Dengan begitu, lanjut Anis, apabila asas rektroaktif dan prinsip tidak mengenal kadaluwarsa maka 15 peristiwa pelanggaran HAM berat yang sudah selesai dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM dianggap tidak ada, bahkan tidak pernah terjadi.

"Padahal secara fakta kita menemukan korban-korban atas peristiwa tersebut," tandasnya.sinpo

Komentar: