SBY: Pilpres Indonesia Pengaruhi Situasi Geopolitik dan Keamanan di Asia

Laporan: Galuh Ratnatika
Minggu, 07 Januari 2024 | 16:15 WIB
Potret kebersamaan SBY dan Prabowo (Sinpo.id/Tim Media)
Potret kebersamaan SBY dan Prabowo (Sinpo.id/Tim Media)

SinPo.id -  Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengatakan Pilpres di Indonesia yang akan digelar pada 14 Februari mendatang, merupakan salah satu dari tiga Pilpres di tahun 2024 yang mempengaruhi geopolitik dan situasi keamanan di kawasan Asia.

"Jika dikaitkan dengan geopolitik dan keamanan kawasan Asia juga memiliki arti yang penting, yaitu pemilihan presiden (pilpres) Indonesia yang akan dilaksanakan pada bulan Februari 2024 mendatang," kata SBY, melalui akun X pribadinya, dikutip Minggu 7 Januari 2024.

Menurutnya, Indonesia adalah negara terbesar di Asia Tenggara, yang kerap dipandang sebagai regional power dan sekaligus global player. Sehingga diharapkan siapa pun yang menjadi presiden mendatang memahami pentingnya menjaga stabilitas kawasan Asia, baik Asia Timur maupun Asia Tenggara.

Dengan demikian, kata SBY, presiden mendatang dapat memainkan politik luar negeri dan diplomasi yang cerdas, serta dapat membangun kebersamaan dengan negara-negara ASEAN agar konflik apa pun yang terjadi di Asia Timur dan tentunya Asia Tenggara dapat dicarikan solusi yang lebih damai.

"Sehingga tidak terjadi malapetaka di kawasan Asia bahkan di dunia, yang bakal memporak-porandakan perdamaian dan keamanan internasional," tuturnya.

Sementara dua pilpres lain yang berpengaruh terhadap geopolitik dan keamanan di kawasan Asia adalah Pilpres di Taiwan yang akan digelar pada Januari 2024 dan Pilpres di Amerika Serikat (AS) yang akan digelar pada November 2024 mendatang.

Pasalnya, hubungan Tiongkok-Taiwan terus memanas beberapa tahun terakhir ini. Sehingga apabila Presiden Taiwan yang baru adalah sosok yang bergaris keras dan sangat anti Tiongkok, maka ketegangan Tiongkok-Taiwan akan semakin meningkat.

Begitu pula dengan AS, jika Presiden AS mendatang merupakan sosok yang bergaris keras dan sangat anti 'unifikasi Tiongkok-Taiwan', maka kawasan Asia Timur akan menjadi flashpoint yang setiap saat bisa meledak.

Tetapi sebaliknya, jika presiden AS lebih bergaris moderat dan bersedia memasuki wilayah 'take and give', maka kekhawatiran terkait konflik akan berkurang.sinpo

Komentar: